TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara tampaknya serius dengan ancaman akan mengirim militer ke wilayah perbatasan zona demiliterisasi (DMZ) antar Korea.
Dikutip dari The Korea Herald, beberapa sumber mengaku telah melihat sejumlah tentara Korut di pos-pos perbatasan pada Kamis (18/6/2020).
Para militer itu terlihat di pos tepat setelah pemerintah Korut mengancam Korsel.
Sebelumnya pada Rabu (17/6/2020) lalu Staf Umum Tentara Rakyat Korea (Utara) bersumpah untuk mendirikan pos polisi sipil di wilayah DMZ.
Padahal perjanjian militer antar-Korea telah menyepakati untuk tidak membangun pos di area tersebut.
Baca: Situasi Korut dan Korsel Memanas, Pesawat Pribadi Kim Jong Un Terlihat Terbang Tinggalkan Pyongyang
Baca: 3 Hari Setelah Adik Kim Jong Un Ancam Korsel, Korut Ledakkan Kantor Penghubung di Kaesong
Namun tentara Korea Utara bertekad demikian sebagai langkah melawan Korea Selatan pasca peledakan kantor komunikasi di Kaesong.
Menurut sejumlah sumber militer, beberapa tentara terlihat sedang dikirim ke pos-pos penjagaan kosong di area penyangga mulai Rabu malam waktu setempat.
Korea Utara diyakini memiliki sekitar 150 pos semacam ini.
Beberapa pos itu dikosongkan sesuai dengan perjanjian untuk mengurangi ketegangan antar-Korea yang ditandatangani pada 19 September 2018.
Para sumber mengatakan belum jelas apakah para tentara ini akan dikirim lebih lanjut ke zona perbatasan.
Baca: Korut Hancurkan Kantor Penghubung Dengan Korsel, Sekjen PBB Serukan Dua Korea Berdialog
Baca: Daftar 9 Negara Pemilik Total 13.400 Hulu Ledak Nuklir, Rusia Teratas, Korea Utara Paling Sedikit
Beberapa media lokal juga melaporkan ada sekitar 100 tentara Korea Utara yang terlihat di kompleks Kaesong pasca peledakan gedung.
Sebelumnya, militer Korea Utara mengancam akan mengirim pasukan ke kompleks Kaesong yang sekarang ditutup.
Selain itu pihak militer juga akan mengirim pasukan ke zona wisata Gunung Kumgang di pantai timur.
"Kami sedang memantau dengan seksama gerakan militer Korea Utara terkait dengan itu (peringatan)."
"Tetapi setiap tindakan langsung dan jelas belum terlihat," kata Kolonel Kim Jun-rak, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) pada Kamis (18/6/2020).
Menanggapi peringatan Korut, JCS mengatakan Korut akan 'membayar harga' jika Korut meluncurkan tindakan militer yang provokatif terhadap Korea Selatan.
Kim Yo Jong Tuntut Permintaan Maaf dari Presiden Korea Selatan
Adik Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Yo Jong menyalahkan Korea Selatan atas rusaknya hubungan antar-Korea pada Rabu lalu.
Pernyataan itu dilancarkan Kim Yo Jong tepat sehari sebelum meledakkan Kantor Penghubung Antar-Korea.
Kim Yo Jong juga mengancam akan mengirimkan pasukan militer ke wilayah demiliterisasi Korea, dikutip dari UPI.
Adik Kim Jong Un ini mengatakan di media pemerintah bahwa Korsel belum berupaya banyak untuk mengekang kegiatan pembelot.
Lantaran para pembelot Korea Utara ini terus mengirimkan propaganda anti-Pyongyang melintasi perbatasan menggunakan balon udara.
Baca: Situasi Korut dan Korsel Memanas, Pesawat Pribadi Kim Jong Un Terlihat Terbang Tinggalkan Pyongyang
Baca: Media Korea Utara Ejek Korea Selatan setelah Kim Yo Jong Kritik Hubungan Korea Selatan-AS
Bahkan baru-baru ini mereka sepakat akan mengirim lebih banyak propaganda ke Korea Utara.
Pekan lalu Korea Selatan menuduh para pembelot melanggar undang-undang kerjasama antar-Korea.
Lalu pada Rabu-nya, Kim Yo Jong mengatakan tindakan Korsel itu belum cukup.
Ironisnya sikap Korea Selatan menentang aksi pembelot itu dinilai kritikus melanggar hak untuk bicara.
Kim Yo Jong mengatakan harusnya Presiden Moon Jae-in meminta maaf dan introspeksi diri terkait tindakannya kepada pembelot selama ini.
"(Moon) seharusnya membuat komitmen tegas untuk mencegah terulangnya pengiriman propaganda," kata Kim Yo Jong pada Senin lalu.
Baca: Kecewa Berat, Korea Utara Akan Putuskan Saluran Komunikasi dengan Korea Selatan
Baca: Lebih Vokal Ancam Korea Selatan, Kim Yo Jong Diyakini Ingin Perkuat Posisi dan Pencapaian
Menurutnya Presiden Korea Selatan sudah bertekad menghentikan aksi pembelot melalui perjanjian pada 2018 silam.
Kim Yo Jong yang juga pejabat tinggi Korut itu juga mempermasalahkan kerjasama AS-Korea Selatan.
Dia mengklaim intelijen bilateral telah mengganggu hubungan antar-Korea.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)