TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menunda sanksi pada China atas penahanan Muslim Uighur di Xinjiang.
Presiden beralasan karena saat ini AS dan China sedang dalam perjanjian perdagangan.
Dikutip dari BBC, Trump mengatakan kepada media Axios dengan adanya perjanjian ini dia tidak bisa menurunkan sanksi lanjutan pada China.
Komentar ini ada di dalam wawancara Trump dengan Axios pada Jumat lalu.
Baca: Rupiah Ditutup Melemah Rp 14.162 per Dolar AS, Selasa 23 Juni 2020, Ini Pergerakan Mata Uang di Asia
Baca: John Bolton Ungkap Tak Akan Berikan Suara untuk Donald Trump Atau Joe Biden di Pemilu AS 2020
"Ya, kami berada di tengah-tengah kesepakatan perdagangan utama," kata Trump, saat ditanya alasannya menunda pemberian saksi pada China.
"Dan ketika Anda berada di tengah-tengah negosiasi dan kemudian tiba-tiba Anda mulai menjatuhkan sanksi tambahan, kami telah melakukan banyak hal."
"Saya sudah menerapkan tarif pada China, yang jauh lebih buruk daripada sanksi yang dapat Anda pikirkan," jelas Trump.
AS menerapkan tarif senilai USD 360 M khusus barang-barang China dan China membalasnya dengan memberi tarif lebih dari USD 110 M untuk produk AS sebelum kesepakatan pertama ditandatangai Januari lalu.
Ditanya mengapa dia tidak menggunakan Global Magnitsky Act untuk melawan pelanggaran hak asasi manusia, Trump mengatakan tidak tahu itu akan berkaitan dengan kasus China.
Setidaknya ada 1 juta warga Uighur dan kelompok etnis minoritas lainnya yang ditahan oleh China.
Mereka ditahan di kamp-kamp di Xinjiang untuk didoktrin dan dihukum.
Baca: Penasihat Presiden AS Donald Trump: Virus Corona Buatan China
Baca: Donald Trump Sarankan Otoritas untuk Kurangi Tes Covid-19 agar Kasus Positif Tidak Bertambah Banyak
Kendati demikian China membantah telah menganiaya mereka.
Para aktivis mengatakan China sedang mencoba mengasimilasi kelompok etnis Muslim secara paksa.
Negara berusaha menghancurkan budaya Uighur dan melarang kegiatan mereka.