News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Supercomputer di Jepang Simulasikan Bagaimana Cara Kurangi Risiko Penularan Virus Corona di Udara

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Ayu Miftakhul Husna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Supercomputer di Jepang Simulasikan Bagaimana Cara Kurangi Risiko Penularan Virus Corona di Udara

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah model simulasi yang digerakkan supercomputer di Jepang menunjukkan bahwa mengoperasikan kereta komuter dengan jendela terbuka serta membatasi jumlah penumpang dapat mengurangi risiko penularan virus corona di udara.

Dilansir Japan Times, studi tersebut dilakukan oleh raksasa riset Jepang Riken yang menggunakan supercomputer tercepat di dunia, Fugaku.

Riken menggunakan supercomputer untuk mensimulasikan bagaimana virus menyebar di udara di berbagai lingkungan serta merekomendasikan beberapa cara untuk menurunkan risiko infeksinya.

Baca: Family Mart Jepang Diambil Alih Mayoritas Oleh Itochu Corporation

Baca: Temuan Virus Corona Menular Melalui Udara, WHO: Kebijakan Jaga Jarak & Pakai Masker Bisa Berubah

Makoto Tsubokura, peneliti utama studi tersebut, mengatakan bahwa membuka jendela pada kereta komuter dapat meningkatkan pergerakan udara dua hingga tiga kali lipat, menurunkan konsentrasi mikroba di sekitarnya.

Tetapi untuk mencapai ventilasi yang memadai, perlu ada ruang di antara penumpang.

Perbedaan tingkat ventilasi udara dalam kereta dengan jendela terbuka (atas) dan tertutup (di bawah), seperti yang ditunjukkan oleh simulasi yang dilakukan menggunakan model yang digerakkan supercomputer (RIKEN / VIA KYODO)

Temuan lain menyarankan pemasangan partisi di kantor dan ruang kelas, sementara tempat tidur rumah sakit harus dikelilingi oleh tirai yang menyentuh langit-langit.

Dalam sebuah surat terbuka yang dipublikasikan Senin lalu, 239 ilmuwan dari 32 negara menunjukkan bukti yang memperlihatkan partikel virus yang melayang di udara dapat menginfeksi orang-orang yang menghirup partikel itu.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengakui "adanya bukti yang muncul" itu, tapi belum pasti.

Bahkan jika benar virus corona bersifat airbone atau menular di udara, masih ada pertanyaan tentang berapa banyak infeksi yang bisa terjadi melalui rute itu.

Baca: Akui Covid-19 Bisa Menyebar Lewat Udara, WHO Tetap Ingin Ada Penelitian Lebih Lanjut

Baca: Belum Memiliki Dasar Penelitian Meyakinkan, IDI Tak Yakin Kalung Kementan Bisa Tangkal Virus Corona

Bagaimana terkonsentrasinya virus di udara juga dapat memutuskan risiko penularan, kata Profesor Yuki Furuse dari Universitas Kyoto, Japan Times mengabarkan.

Dalam surat terbuka itu, para ilmuwan mendesak perbaikan ventilasi dan menghindari lingkungan yang padat dan tertutup.

Rekomendasi itu telah diadopsi secara luas Jepang beberapa bulan lalu, menurut Shin-ichi Tanabe, salah satu penulis bersama surat itu.

"Di Jepang, komite penanggulangan COVID-19 sudah bersikeras pada 3C sejak tahap awal," kata Tanabe, seorang profesor di Universitas Waseda di Tokyo.

3C merujuk pada kampanye publik Jepang untuk menghindari ruang tertutup (closed spaces), tempat ramai (crowded places) dan pengaturan kontak dekat (close-contact settings).

Ketika Jepang berhasil menjinakkan pandemi, dengan lebih dari 19.000 kasus yang dikonfirmasi dan 977 kematian sejauh ini, Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura memuji keberhasilannya pada 3C dan strategi kaster tracing.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini