TRIBUNNEWS.COM - Sejak buku kontroversialnya terbit, keponakan Donald Trump, Mary Trump, kembali angkat bicara terkait pamannya itu.
Mary meminta pamannya untuk mundur dari jabatan Presiden Amerika Serikat (AS), katanya pada Selasa (14/7/2020).
"Jika kamu berada di Oval Office hari ini, apa yang akan kamu katakan padanya?" tanya presenter ABC News, George Stephanopoulo, dalam wawancara eksklusif bersama Mary.
"Mengundurkan diri," jawab Mary Trump, dikutip dari ABC News.
Baca: Kekayaan Jeff Bezos Meroket di Tengah Pandemi Covid-19, Nasib Donald Trump Justru Bertolak Belakang
Baca: Donald Trump Kenakan Masker untuk Pertama Kalinya saat Kunjungi Fasilitas Medis Militer
Mary mengatakan pamannya berbahaya jika dibiarkan memimpin Amerika Serikat.
Dia menyoroti masalah yang terjadi di dalam keluarga Trump.
Menurutnya, selama ini sang paman fokus pada hal yang salah dan memilih orang-orang yang salah juga.
"Dan sangat mengejutkan melihat hal itu berlanjut sekarang dalam skala yang jauh lebih besar," ujarnya.
Mary Trump juga bercerita tentang kunjungannya ke Oval Office, tiga bulan setelah pamannya dilantik.
"Dia sudah tampak sangat tegang dan saya hanya berpikir, 'Dia tampak lelah. Sepertinya ini bukan hal yang (mampu) dia tanda tangani','" kata Mary.
Mary Trump menulis buku tentang pamannya, bertajuk 'Too Much and Never Enough: How My Family Created the World's Most Dangerous Man'.
Rencananya buku ini akan dirilis pada 28 Juli 2020, namun tanggal perilisannya diajukan pada 14 Juli lalu.
Buku ini bercerita tentang gambaran presiden AS saat ini.
Penggambaran besarnya didukung oleh ingatan pribadi penulis, wawancara dengan anggota keluarga, dokumen hukum dan keuangan, dan dokumen keluarga.
Baca: Patung Istri Donald Trump Dibakar di Slovenia
Baca: Keponakan Presiden AS Tulis Buku, Sebut Berlaku Curang Sudah Jadi Jalan Hidup Donald Trump
Adik presiden, Robert, gagal meminta kepada pengadilan agar memblokir perilisan buku itu.
Bahkan segala upaya hukum yang dilakukannya untuk menggagalkan promosi buku itu juga tidak berhasil.
Hakim di New York pada Senin lalu memutuskan Mary bebas bicara di mana dan tentang apa saja di depan umum.
Pada wawancaranya Selasa, Mary menilai ayah Donald Trump, yang juga kakekny,a merupakan sosiopat.
"Dia mendorong dengan cara yang mengubah orang lain, termasuk anak-anaknya (dan) istrinya, menjadi pion untuk digunakan untuk tujuannya sendiri," kata Mary Trump.
"Mustahil mengetahui sosok Donald yang mungkin berada di bawah keadaan yang berbeda dan dengan orang tua yang berbeda. Tapi jelas dia belajar pelajaran itu," tambahnya.
Menurut catatan Mary Trump, ketegangan di dalam keluarga Trump mencapai puncaknya pada 1999, setelah kakeknya meninggal dan mengetahui dia dan saudaranya ditendang oleh Trump.
Baca: Trump Berencana Deportasi Warga Asing, Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di AS Diminta Tenang
Baca: TikTokers Ingin Sabotase Kampanye Kedua Trump saat AS Berencana Memboikot Aplikasi Ini
Ketika dia dan saudara lelakinya mengajukan gugatan, anggota keluarga lainnya justru membuat mereka kesulitan.
Ayah Mary, Fred Trump Jr, meninggal pada 1981 dan dia merupakan kakak tertua Donald Trump.
Tidak hanya dari pamannya sendiri, buku Mary juga mendapat penolakan dari Gedung Putih.
"Mary Trump dan penerbit bukunya mungkin mengklaim bertindak untuk kepentingan umum, tetapi buku ini jelas untuk kepentingan finansial penulis sendiri," pernyataan Gedung Putih beberapa waktu lalu.
"Presiden Trump telah di kantor selama lebih dari tiga tahun bekerja atas nama rakyat Amerika, mengapa baru bicara sekarang?"
Pihak Gedung Putih mengatakan hubungan Trump dengan ayahnya baik-baik saja.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)