News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Tegaskan Proyek Rudal Balistik Mereka Jalan Terus

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memberikan suaranya pada pemilihan parlemen di sebuah TPS di Teheran, Iran. Jum'at (21/02/2020). Orang-orang Iran mulai memberikan suara dalam pemilihan parlemen yang mana kaum konservatif diperkirakan akan mendominasi, memanfaatkannya pada kemarahan publik terhadap Presiden konservatif moderat Hassan Rouhani karena ekonomi yang hancur, korupsi dan berbagai krisis. (KHAMENEI.IR/ AFP/HO/IRANIAN PRESIDENCY)

TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengatakan negaranya tidak akan menyerah pada tuntutan AS untuk berhenti mengembangkan rudal balistik dan industri nuklirnya.

Ia menegaskan, Teheran mampu menghadapi "penindasan" Washington.  "Sanksi itu adalah kejahatan terhadap bangsa Iran," katanya dalam pidato nasional tepat di Hari Raya Idul Adha, Jumat (31/7/2020),

Sanksi yang dijatuhkan AS terhadap Iran menurut Khamenei, dimaksudkan menghancurkan ekonominya dan mengurangi pengaruh regional Teheran.

Tapi itu, kata Khamenei,  hanya membuat Iran lebih tangguh. Ia menambahkan, terlepas dari semua upaya AS, Iran tidak akan berhenti memproduksi rudal balistik untuk pertahanannya atau mengembangkan industri nuklirnya.

Dia juga berjanji bahwa Iran akan melanjutkan "pasukan perlawanan" di kawasan itu "sebanyak mungkin".

"Mengandalkan kemampuan nasional dan mengurangi ketergantungan kita pada ekspor minyak akan membantu kita melawan tekanan Amerika," katanya meyakinkan rakyat Iran dan dunia.

Pemerintahan Presiden Donald Trump membuat kebijakan sangat keras terhadap Iran, membalikkan semua kebijakan pendahulunya, Barrack Obama.

Washington secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015, yang ditandatangani Iran, lima negara terkemuka dunia dan Uni Eropa.

Menurut kesepakatan itu, AS menjanjikan menarik semua sanksi untuk Iran, memberinya peluang berbisnis. Konsekuensinya, Iran harus membatasi program nuklirnya.

Pemerintah Obama mengklaim cara dilakukan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Tuduhan ini sejak lama dibantah Teheran.

Dalam pidatonya, Khamenei menyalahkan para penandatangan Eropa atas perjanjian nuklir itu, karena memberi Teheran "janji kosong" untuk menyelamatkannya.

Mereka gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi ekonomi Iran dari sanksi AS.

Baca: AS Minta PBB Perpanjang Embargo Senjata terhadap Iran, Rusia: AS Meletakkan Lutut di Leher Teheran

Perkembangan terbaru dari Washington, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menginformasikan, AS akan memperluas sanksi terhadap Iran, mencakup 22 item tambahan terkait penyediaan bahan baku nuklir.

"Hari ini, Departemen Luar Negeri mengidentifikasi 22 bahan khusus yang digunakan sehubungan dengan program nuklir, militer, atau rudal balistik Iran,” kata Pompeo.

Mereka yang secara sadar mentransfer bahan-bahan tersebut ke Iran, menurut Pompeo, dapat dikenakan sanksi sesuai Artikel 1245 Undang-Undang Kebebasan dan Proliferasi Iran.

Pompeo juga mencatat perusahaan konstruksi IRGC dan banyak anak perusahaannya tetap mendapat sanksi dari PBB. Mereka terlibat langsung pembangunan situs pengayaan uranium di Fordow.

“Setiap transfer bahan tertentu yang diketahui, termasuk grafit atau logam mentah atau setengah jadi, ke atau dari Iran untuk digunakan sehubungan dengan sektor konstruksi Iran tetap dapat dikenakan sanksi," lanjut Pompeo.

Baca: Teheran Siap Bertukar Tahanan dengan AS, Juru Bicara Pemerintah Iran: Tanpa Prasyarat

Pada awal Juli, Teheran mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas dampak sanksi Washington di tengah pandemi coronavirus.

Gugatan itu menyiratkan, tidak hanya ekonomi Iran yang bergantung pada minyak negara itu yang terdampak, tetapi sanksi juga melemahkan upaya Iran mengatasi pandemi COVID-19.

Republik Islam telah menjadi salah satu negara yang paling terpengaruh oleh virus korona di wilayah ini, dengan saat ini ada lebih dari 290.000 kasus terdaftar.

Beberapa negara, termasuk Rusia dan Cina, dan bahkan beberapa anggota parlemen AS, telah mendesak pemerintahan Trump melonggarkan sanksi di tengah pandemi tersebut.

Namun Pompeo mengklaim sanksi itu tidak menghalangi Iran untuk menerima bantuan kemanusiaan.

Presiden Iran Hassan Rouhani memperkirakan kerusakan ekonomi yang dilakukan negara tersebut oleh sanksi AS sekitar $ 50 miliar.

Sanksi terhadap Iran diberlakukan kembali setelah Trump pada tahun 2018 secara sepihak menarik AS dari JCPOA 2015.(Tribunnews/RussiaToday.com/Sputniknews.com/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini