Pihak berwenang mengatakan dia akan "dideportasi dan masuk daftar hitam untuk memasuki Malaysia selamanya".
Pejabat Malaysia mengkritik laporan investigasi 101 East sebagai tidak akurat, menyesatkan dan tidak adil. Al Jazeera membantah keras tuduhan itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, jurnalis lain juga telah ditanyai tentang pelaporan mereka di Malaysia.
Tashny Sukumaran, seorang koresponden yang bekerja untuk South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong, diinterogasi pada Mei setelah dia melaporkan penangkapan pekerja migran selama lockdown coronavirus.
Sementara seorang aktivis untuk pengungsi, Wan Noor Hayati Wan Alias, juga dipanggil polisi terkait postingian di Facebook tentang perlakuan pemerintah terhadap pekerja migran dan pengungsi.
Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) telah mendesak Malaysia untuk membatalkan kasus terhadap Al Jazeera, dan untuk memungkinkan wartawan untuk melakukan pekerjaan mereka secara bebas.
"Ada pola yang berbeda di bawah krisis Covid-19 terhadap pekerja media yang ditargetkan di bawah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia dan KUHP untuk sekadar melakukan pekerjaan mereka," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan pada Juli.
"Sangat penting bagi Malaysia selama pandemi untuk memprioritaskan hak publik untuk mengetahui dan agar media dapat melaporkan secara bebas dan adil tanpa ancaman penganiayaan," lanjut IFJ.
Dalam beritanya, Aljazeera belum menyertakan tanggapan, penjelasan, dan konfirmasi dari aparat kepolisian atau penegak hukum Malaysia.
Laman media Thestar.com.my, mendapatkan konfirmasi pendek dari otoritas kepolisian di Bukit Aman, Kuala Lumpur.
"Ya, pada pukul 11.30 pagi. Sebuah tim dari unit investigasi khusus CID, serta tim dari Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) menggerebek tempat itu," kata Wakil Direktur CID Bukit Aman, Wakil Komandan Mior Faridalathrash Wahid.
Tidak ada rincian lebih lanjut yang diungkapkan Wahid sejauh ini.(Tribunnews.com/Aljazeera.com/xna)