TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT - Ledakan berkekuatan besar mengguncang pusat kota Beirut yang hingga laporan ini diturunkan telah menewaskan sedikitnya 78 orang.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah mengonfirmasikan seorang warga Australia menjadi salah satu korban tewas.
Ledakan terjadi di pelabuhan ibukota Lebanon itu, mencederai lebih dari 4.000 orang serta menyebabkan banyak gedung dan bangunan yang hancur akibat guncangan.
Saluran televisi lokal LBC mengatakan bahan ledakan tersebut mengandung natrium nitrat.
Baca: Cerita Warga Lebanon Bandingkan Ledakan di Beirut dengan Situasi Perang Saudara: Ini Paling Besar
Pusat geosains di Jerman memperkirakan ledakan ini memiliki kekuatan setara dengan gempa 3,5 skala richter.
"Saya melihat bola api dan asap membumbung tinggi di atas langit kota. Orang-orang berteriak dan lari berhamburan dalam kondisi berdarah," ujar salah satu saksi mata.
"Balkon hancur lebur, kaca-kaca di gedung pencakar langit pecah berserakan dan serpihannya jatuh ke jalanan," tambahnya.
Jenderal Abbas Ibrahim dari militer Lebanon mengatakan kemungkinan ledakan disebabkan oleh bahan peledak yang disita dari sebuah kapal beberapa tahun lalu dan disimpan di pelabuhan.
Ledakan terjadi pada sore hari waktu setempt menghancurleburkan rumah-rumah, gedung perkantoran, dan banyak bangunan di dekat kawasan pelabuhan.
Asap tebal mengepul disertai guncangan besar yang menghancurkan kaca jendela, bahkan membalikkan sejumlah kendaraan di pusat kota.
Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hasan mengatakan ada banyak mayat yang masih terkubur di reruntuhan.
Ribuan orang yang terluka sudah dibawa ke rumah sakit dan sebagian masih terjebak di rumah masing-masing, menurut kepala Palang Merah Lebanon.
Kantor Kedutaan Besar Australia di Beirut dinyatakan terdampak signifikan akibat ledakan tersebut.
Sejumlah staf terkena serpihan kaca dan jendela yang pecah akibat ledakan, menurut Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne