TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab dan seluruh jajaran pemerintahnya mengundurkan diri.
Hal ini buntut dari ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut yang menewaskan 160 orang pada Selasa (4/8/2020) lalu.
Dalam pidato singkatnya di layar kaca, Diab mengaku memilih mundur agar bisa berdiri bersama rakyat dan berjuang untuk perubahan bersama.
"Saya menyatakan hari ini pengunduran diri pemerintah ini. Semoga Tuhan melindungi Lebanon," ujar Diab saat pidato di Televisi media setempat, Senin (10/8/2020) malam, dikutip dari Sky News.
Bahkan, Diab mengulangi kalimat terakhir sebanyak tiga kali.
"Kami bersama orang-orang dalam menyerukan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan ini," tambahnya.
Baca: Mantan Petinggi Israel Terang-terangan Rayakan Ledakan Dahsyat di Beirut, Buat Rakyat Lebanon Geram
Sebelum Hassan Diab mundur, sudah ada empat menteri kabinetnya yang lebih dulu menyatakan mundur.
Di antaranya Menteri Keuangan Ghazi Wazni, Menteri Kehakiman Marie Claudie Najm, Menteri Informasi Manal Abdul Samad, dan Menteri Lingkungan Damianos Kattar.
Tak hanya dari unsur kabinet, sembilan anggota parlemen juga menyatakan mundur setelah gelombang demonstrasi warga Lebanon akibat ledakan meningkat.
Para demonstran menuntut perubahan politik setelah ledakan di Beirut menewaskan lebih dari 160 orang dan melukai sekitar 6.000 orang.
Hingga kini pemerintahan Lebanon berada di bawah tekanan yang tinggi, setelah beberapa menteri mengundurkan diri.
Kabinet Diab saat ini, mengambil peran sementara untuk mengurusi negara, sampai pemerintahan baru terbentuk.
Baca: Dampak Ledakan di Lebanon: Rumah Sakit Kewalahan Hingga Demo Tuntut Pemerintah Mundur Pecah
Menteri Kehakiman Marie Claude Najm mundur lebih awal pada Senin kemarin, menurut Kantor Berita Nasional.
Seorang hakim Lebanon juga mulai menanyakan kepala keamanan negara Mayjen Tony Saliba atas ledakan itu.