TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan Lebanon bisa terjerumus lagi ke perang saudara jika dibiarkan sendirian menangani krisis politik maupun ekonomi.
Bekas negara protektorat kolonial Prancis itu semakin dalam terperosok ke masalah domestik menyusul ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut 4 Agustus 2020.
Pemerintahan Lebanon ambruk akibat tekanan publik. Presiden Lebanon Michel Aoun telah menerima pengunduran diri massal kabinet PM Hassan Diab.
“Jika kita membiarkan Lebanon masuk ke kawasan itu dan jika kita membiarkannya di tangan kebobrokan kekuatan kawasan, itu akan menjadi perang saudara,” kata Macron dikutip Sputniknews.com, Sabtu (29/8/2020).
Macron yang akan kembali ke Beirut awal pekan depan, menambahkan, Lebanon juga akan mengalami kemunduran identitas.
Baca: Baku Tembak Empat Jam di Dekat Beirut, Dua Warga Lebanon dan Suriah Tewas
Baca: Presiden Lebanon Tak Percaya Hizbullah Terkait Ledakan Dahsyat di Beirut
Prancis berusaha menekan negara Timur Tengah itu untuk memperkenalkan reformasi komprehensif.
Sebanyak 181 orang tewas dalam ledakan awal Agustus. Banyak pihak menyalahkan tragedi itu terjadi akibat kelalaian pihak berwenang di sektor publik.
Sebanyak 2.800 ton ammonium nitrat yang tersimpan di gudang pelabuhan meledak, menghancurkan sebagian besar kawasan pelabuhan Beirut.
Kekuatan Politik Lebanon Terkotak-kotak
Pascaperang saudara, Lebanon bersatu namun di dalam pemerintahan terkotak-kotak ke kelompok politik yang memiliki kepentingan masing-masing.
Terkait perbaikan situasi di Lebanon, Paris memperlihatkan kegusarannya atas kurangnya kemajuan membentuk pemerintahan baru untuk melakukan reformasi yang diperlukan.
Macron bersikeras Prancis akan mengikuti kebijakan menuntut tanpa campur tangan dan menunggu disahkannya undang-undang anti-korupsi.
Reformasi juga dijalankan di sektor publik, bersama sektor energi dan perbankan pada umumnya.
“Jika kita tidak melakukan ini, ekonomi Lebanon akan runtuh, dan satu-satunya korban adalah rakyat Lebanon,” kata Macron.