TRIBUNNEWS.COM - Berikut berita populer internasional selama 24 jam terakhir.
Pasangan penganut Bumi Datar di Italia baru-baru ini dikarantina setelah berusaha mencari 'ujung dunia' saat negara sedang lockdown.
Selain itu, ada pula Amnesty International yang menuduh pihak keamanan Iran menggunakan metode penyiksaan saat interogasi.
Baca: BERITA POPULER: Teknologi Gimbal Stabilization Vivo X50 | Cara Menggunakan Google Classroom
Dirangkum Tribunnews.com, berikut daftar populer internasional:
1. Akibat Kaum Bumi Datar Nekat Mencari 'Ujung Dunia'
Pasangan penganut Bumi Datar di Italia baru-baru ini dikarantina setelah berusaha mencari 'ujung dunia' saat negara sedang lockdown.
Pria dan wanita itu berasal dari Venesia.
Keduanya berusaha berlayar ke Lampedusa, sebuah pulau antara Sisilia dan Afrika Utara.
Mereka ingin membuktikan bahwa dunia adalah dua dimensi dan memiliki ujung.
Baca: Tragis, Pendukung Bumi Datar Tewas Tunggangi Roket Buatannya Sendiri
2. Intelijen AS Sedot Metadata Ponsel Jutaan Warga Amerika
Pengadilan banding federal AS memutuskan program pengumpulan metadata telepon yang digunakan Badan Keamanan Nasional (NSA) untuk memata-matai orang Amerika adalah illegal.
Fakta hukum ini persis seperti yang dikatakan eks agen NSA, Edward Snowden, yang membongkar praktik jahat intelijen AS ini tujuh tahun lalu.
Snowden kini tinggal di Rusia, mendapatkan suaka negara itu setelah kabur dari Amerika.
Putusan pengadilan banding federal AS itu diberitakan berbagai media, Kamis (3/9/2020).
Keputusan panel tiga hakim pengadilan banding Ninth Circuit diambil sehari sebelumnya, Rabu (2/9/2020).
Program "pengumpulan massal" metadata itu dinyatakan melanggar Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing.
Pendapat Hakim Marsha Berzon dilaporkan berisi banyak referensi ke Edward Snowden, dan perannya dalam mengungkapkan program tersebut kepada public.
Snowden kini berstatus dicari oleh pemerintah AS.
3. Khawatir Dipakai Rekrut Mata-mata, AS Tutup Seluruh Pusat Kebudayaan China di Negaranya
Ketegangan hubungan diplomatik Amerika Serikat dengan China masih berlanjut.
Amerika Serikat ( AS) berencana akan menutup semua pusat budaya Institut Konfusius China di semua universitas AS, pada akhir tahun ini.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, kepada Lou Dobbs di acara Fox Business Network, menurut laporan dari Reuters pada hari yang sama, Selasa (2/9/2020).
"Saya pikir semua orang datang akan mendapati risiko yang dikaitkan dengan mereka (institut konfisius China)," kata Pompeo.
Politisi Partai Republik ini menuduh lembaga yang didanai pemerintah China, seperti Institut Konfusius China, bekerja untuk merekrut "mata-mata dan kolaborator" di perguruan tinggi AS.
"Saya pikir lembaga-lembaga ini dapat melihat itu (potensi perekrutan), dan saya berharap kita akan menutup semuanya sebelum akhir tahun ini," ucapnya.
Bulan lalu, Pompeo melabeli lembaga pusat yang mengelola Institut Konfusius di AS sebagai "entitas yang meningkatkan propaganda global dan pengaruh jahat Beijing", serta mengharuskannya mendaftar sebagai misi asing.
David Stilwell, diplomat AS terkemuka untuk Asia Timur, mengatakan pada saat itu bahwa puluhan Institut Konfusius di kampus-kampus AS tidak dikeluarkan, tetapi universitas AS harus "mencermati" apa yang mereka lakukan di kampus.
Baca: Deteksi Keberadaan Kapal Perusak AS, China Kirim Jet Tempur dan Kapal Perang
4. Metode Interogasi Iran yang 'Mengerikan'
Amnesty International pada Rabu lalu menuduh pihak keamanan Iran menggunakan metode penyiksaan saat interogasi.
Pihaknya menyoroti ratusan orang yang dipenjara saat protes besar-besaran bergulir tahun lalu.
Dikutip dari Daily Mail, demonstrasi besar meletus di Iran pada November 2019 karena harga bensin melonjak drastis.
Sayangnya, aksi itu dihentikan aparat keamanan dengan melakukan penangkapan besar-besaran.
Ditambah lagi, saat itu hampir seluruh wilayah Iran mengalami pemadaman internet total.
Amnesty International mengklaim telah mengumpulkan banyak kesaksian dari 7.000 orang yang diduga ditangkap.
Amnesty International mengilustrasikan penyiksaan yang dilakukan aparat Iran saat demo besar-besaran 2019.
Mirisnya diantaranya ada anak di bawah umur berusia 10 tahun.
Mereka menggambarkan penyiksaan itu dalam ilustrasi berupa katalog yang disebut sebagai pelanggaran HAM yang mengejutkan.
(Tribunnews.com)