TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Sekelompok bipartisan anggota parlemen Amerika Serikat (AS) ingin mengetahui peran apa yang dimainkan China dalam pembuatan ulang "live-action" Disney untuk fim Mulan.
Melansir New York Post, mereka juga ingin mengetahui sejauh mana studio itu mengetahui pelanggaran HAM di lokasi pembuatan film, Xinjiang.
Menurut kredit film, ada bagian dari film "Mulan" berlokasi di wilayah barat laut Xinjiang, di mana China diduga telah menahan Muslim Uighur di kamp pendidikan ulang massal.
Serangan terhadap Disney karena bekerja sama dengan China di tengah-tengah kamp tersebut semakin meningkat.
Baca: Dituduh Langgar HAM, Muncul Seruan Boikot Film Mulan
Surat anggota parlemen baru mendesak CEO Disney Bob Chapek untuk mengklarifikasi peran pemerintah China dalam produksi film tersebut, sebagaimana dilaporkan Entertainment Weekly.
“Kerja sama Disney yang nyata dengan pejabat Republik Rakyat China yang paling bertanggung jawab atas melakukan kekejaman, atau menutupi kejahatan tersebut, sangat meresahkan,” tulis anggota parlemen dalam surat mereka kepada Disney.
Sebelumnya, Disney mendapat kritikan, setelah film Mulan diketahui syuting di Xinjiang, provinsi China yang menjadi sorotan atas dugaan pelanggaran HAM.
Sorotan itu muncul setelah di kredit akhir, tim produksi mengucapkan terima kasih kepada dinas keamanan di sana, lokasi di mana satu juta orang, mayoritas Muslim Uighur, ditahan.
Film live-action yang menjadi salah satu film paling dinanti pada 2020, merupakan remake dari versi animasinya 22 tahun silam.
Kemudian, pemerintah China melarang liputan media terhadap rilis film Mulan seperti dikutip Aljazeera, Jumat (11/9/2020).
Perusahaan media di China mengatakan bahwa mereka menerima perintah dari pemerintah China untuk tidak meliput rilis film Mulan di tengah kritik hak asasi manusia.
Film tersebut telah menimbulkan kemarahan karena sebagian lokasi syuting diambil di wilayah Xinjiang, di mana China dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur.