TRIBUNNEWS.COM, DUBAI - Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz (84) menyerang Iran selama debutnya dalam pertemuan tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (23/9/2020) waktu setempat.
Raja Salman menyerukan agar para pemimpin dunia bersatu untuk menahan dan menghentikan Iran mendapatkan senjata pemusnah massal.
Dia mengatakan, "Iran mengeksploitasi kesepakatan nuklir 2015, untuk mengintensifkan kegiatan ekspansionisnya, menciptakan jaringan terorisnya, dan menggunakan terorisme."
Baca: Pidato di PBB, Jokowi Berbahasa Indonesia hingga Singgung Vaksin Corona dan Palestina
Dia menambahkan "ini tidak menghasilkan apa-apa selain kekacauan, ekstremisme, dan sektarianisme."
"Solusi komprehensif dan posisi internasional yang kuat diperlukan," tegas Raja Salman, kepada Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang dalam sebuah pernyataan video yang direkam sebelumnya karena pandemi virus corona.
Amerika Serikat, yang merupakan sekutu Arab Saudi, keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018. Washington sejak itu memberlakukan sanksi sepihak terhadap Teheran.
AS mengajak semua negara juga harus mengembalikan sanksi PBB terhadap Iran.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan kepada badan dunia pada Selasa (22/9/2020), kampanye sanksi AS terhadap Iran telah gagal.
Semua pihak yang terlibat dalam kesepakatan nuklir itu, termasuk sekutu lama AS, dan 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB mengatakan klaim AS tentang sanksi PBB batal.
Para diplomat mengatakan hanya beberapa negara kemungkinan akan memberlakukan kembali langkah-langkah tersebut.
"Pengalaman kami dengan rezim Iran telah mengajarkan kepada kami, solusi parsial dan peredaan tidak akam menghentikan ancamannya terhadap perdamaian dan keamanan internasional," kata Raja Salman.
Juru bicara Iran di PBB Alireza Miryousefi menolak "tuduhan tak berdasar" Arab Saudi.
"Pernyataan yang tidak konstruktif dan tidak beralasan oleh pemimpin Saudi hanya merangkul kekuatan tertentu yang berniat menabur perselisihan di antara negara-negara regional dengan tujuan menciptakan perpecahan permanen dan menjual senjata yang lebih mematikan ke wilayah itu," katanya. (Reuters)