News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sosok Silvany, Diplomat Muda Indonesia yang 'Lawan' Negara Vanuatu di Sidang PBB Karena Soroti Papua

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diplomat perwakilan Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu. (Sumber: Youtube PBB)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Vanuatu mencoba ikut campur mengenai masalah Papua dalam Sidang Majelis Umum PBB.

Negara miskin berbentuk negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan ini kembali berulah menyerang kedaulatan Indonesia di PBB.

Ini kesekian kalinya negara tersebut menyerang kedaulatan Indonesia di forum internasional.

Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman mengungkapkan adanya tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di provinsi Papua.

Indonesia pun langsung membantah tudingan tersebut dengan menggunakan hak jawabnya.

Baca: Isi Pidato Presiden Jokowi di Sidang Umum PBB: Singgung Vaksin Covid-19 hingga Kemerdekaan Palestina

Diplomat Perwakilan Indonesia, Silvany Austin Pasaribu bahkan mengatakan apa yang dilakukan Vanuatu sebagai tindakan memalukan.

“Sangat memalukan bahwa negara satu ini selalu memiliki obsesi berlebihan mengenai bagaimana Indonesia bertindak atau memerintah negaranya sendiri,” ujarnya di akun Youtube PBB saat berpidato, Minggu (27/9/2020).

Silvany pun mengungkapkan dirinya bingung dengan sikap Vanuatu, yang selalu berusaha mengajari negara lain, tanpa memahami prinsip fundamental dari Piagam PBB.

Menurutnya dalam piagam tersebut sudah jelas bahwa setiap negara harus saling menghargai dan tidak ikut campur dalam urusan domestik negara lain.

“Setiap negara harus saling menghormati kedaulatan dan integritas wilayah negara lainnya,” katanya.

Silvany pun menegaskan jika Vanuatu belum memahaminya, jangan coba-coba menceramahi negara lain.

Silvany juga mengatakan bahwa Indonesia menjunjung tinggi HAM bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.

Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa Indonesia turut serta dalam konvensi internasional untuk mengakhiri diskriminasi, yang anehnya Vanuatu tidak ikut mendatangani.

Menurut Silvany, Vanuatu juga tidak mendatangani atau mengesahkan konvensi melawan penyiksaan atau segala tindakan tak berperikemanusiaan lainnya.

Silvany pun secara keras menegaskan Vanuatu bukanlah repesentasi dari masyarakat Papua.

“Kalian jangan berkhayal menjadi orang Papua,” katanya.

Dia juga menegaskan bahwa Indonesia akan terus berjuang melawan usaha separatisme yang menggunakan HAM sebagai kedok.

Apalagi, Papua dan Papua Barat sudah menjadi bagian dari Indonesia sejak 1945.

“PBB dan komunitas global sudah mendukungnya sejak beberapa dekade lalu. Ini sudah final, permanen dan tak mungkin diubah,” ujarnya.

Lalu siapa sosok Silviany?

Dikutip Tribunnews.com, dari akun LinkedIn miliknya, Silvany menempuh jurusan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

Kemudian DIA melanjutkan sekolah dinas luar negeri pendidikan master di University of Sydney.

Dikutip dari website Kemlu.go.id, Silvany saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kedua Fungsi Ekonomi untuk Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.

Dia juga diinformasikan pernah menjabat sebagai Atase Kedutaan RI di Inggris.

Namun apakah dia telah berkeluarga atau belum?

Belum ada informasi soal itu.

Jokowi Pidato

Sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi) tampil pertama kalinya untuk memberikan pidato internasional dalam Sidang Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (23/9/2020).

Dalam pidatonya tersebut, Jokowi menyinggung soal nasib dari negara Palestina yang saat ini tengah mengajukan menjadi anggota penuh di PBB.

Jokowi menegaskan bahwa hak Palestina untuk bisa merdeka membutuhkan peran dari seluruh anggota PBB lainnya, termasuk Indonesia yang diakui memiliki kedekatan tersendiri.

Bagi Jokowi, prinsipnya dalam menjalin kerja sama multilateral adalah tidak boleh ada seorang pun, atau negara yang harus ditinggalkan.

Dirinya lantas mengungkit peristiwa sejarah dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955 yang menghasilkan sebuah 10 poin penting untuk menunjang kelangsungan kedamaian dan kerjasama dunia.

Sepuluh poin penting tersebut tertuang dalam Dasa Sila Bandung.

"Spirit kerja sama akan selalu dikedepankan Indonesia, spirit yang menguntungkan semua pihak, tanpa meninggalkan satu negara pun. No one, no country should be left behind," ujar Jokowi, dikutip dari tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (23/9/2020).

"Persamaan derajat inilah yang ditekankan oleh Bapak Bangsa Indonesia, Soekarno, saat Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung," ungkapnya.

Jokowi menilai dan menyakini bahwa prinsip dari Dasa Sila Bandung masih relevan untuk diterapkan pada saat ini.

Termasuk untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional.

Oleh karenanya, Presiden kelahiran Solo Jawa Tengah itu berharap supaya para anggota PBB bisa sama-sama mendukung Palestina untuk mendapatkan hak merdekanya.

Terlebih Palestina merupakan negara yang diakui kehadirannya di KAA pada waktu itu.

Namun saat ini Palestina justru masih berjuang untuk melawan penjajah.

"Hingga kini, prinsip Dasa Sila Bandung masih sangat relevan, termasuk penyelesaian perselisihan secara damai, pemajuan kerja sama, dan penghormatan terhadap hukum internasional," tegasnya.

"Palestina adalah satu-satunya negara yang hadir di Konferensi Bandung yang sampai sekarang belum menikmati kemerdekaannya," kata Jokowi.

"Indonesia terus konsisten memberikan dukungan bagi Palestina, untuk mendapatkan hak-haknya," ungkapnya.

Sumber: Tribunnews.com/Kompas TV/Tribun Kaltim

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini