Presiden Donald Trump, yang dinyatakan positif mengidap virus corona pada awal Oktober, dirawat dengan remdesivir di rumah sakit militer di luar Washington.
Baca juga: Obat Remdesivir Segera Diedarkan Untuk Lawan Covid-19, Pakar Ahli Justru Sebut Bukan Obat Mujarab
Baca juga: Studi WHO: Efek Remdesivir Sangat Kecil untuk Tekan Kematian akibat Covid-19
Waktu pemulihan lebih cepat
Obat ini pertama kali dikembangkan untuk mengobati Ebola, demam berdarah akibat virus.
Pada Februari, Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID) mengumumkan, mereka sedang menggunakan remdesivir untuk menyelidiki SARS-CoV-2.
Untuk diketahui, ARS-CoV-2 merupakan patogen yang menyebabkan Covid-19.
Sebelumnya, remdesivir menjanjikan dalam pengujian hewan terhadap sesama virus korona SARS. dan MERS.
Studi yang melibatkan lebih dari 1.000 orang, yang hasilnya dirilis pada bulan April.
Hasilnya menemukan, pasien yang menggunakan obat tersebut memiliki waktu pemulihan 31 persen lebih cepat daripada mereka yang menggunakan plasebo.
Baca juga: Studi WHO : Remdesivir Tidak Punya Efek Substansial pada Peluang Pasien Bertahan Hidup
Baca juga: Kalbe Farma Turunkan Harga Obat COVIFOR (Remdesivir) untuk Covid-19 Menjadi Rp1,5 Juta per Vial
Karena produksi obat itu rumit dan diberikan melalui suntikan, ada pertanyaan tentang apakah pasokan awalnya bisa dibatasi.
Amerika Serikat bertaruh sejak awal pada keberhasilan remdesivir, bergegas memesan hampir semua produksi musim panas Gilead.
Gilead telah menetapkan harga 390 dolar AS (Rp 5,7 juta) per botol di negara maju, atau 2.340 dolar AS (Rp 34,2 juta) untuk enam botol yang digunakan selama lima hari.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)