TRIBUNNEWS.COM - Aksi unjuk rasa warga Philadelphia memasuki malam kedua.
Mereka turun ke jalan untuk menuntut keadilan rasial setelah polisi menembak mati seorang pria kulit hitam, Walter Wallace (27).
Keluarga Wallace menjelaskan, pria kulit hitam yang tewas ditembak polisi itu menderita krisis kesehatan mental.
Aparat kepolisian menerangkan, mereka melepaskan tembakan karena Wallace enggan menjatuhkan pisau yang dia pegang.
Lebih lanjut, dalam aksi protes ini malam kedua ini, bala bantuan serta Garda Nasional dikerahkan untuk menghentikan demonstran.
Baca juga: Solidaritas untuk George Floyd, PM Kanada Berlutut saat Demo Black Live Matter di Paliament Hill
Baca juga: Kasus George Floyd: Hakim Batalkan Dakwaan Pembunuhan Tingkat 3 terhadap Derek Chauvin
Para pejabat mengklaim sekira 30 petugas terluka pada malam pertama bentrokan terjadi.
Pihak berwenang juga menuduh para pengunjuk rasa melakukan aksi penjarahan dan menggeledah tempat-tempat bisnis selama huru hara berlangsung.
Bagaimana situasi di Philadelphia?
Pada Selasa malam, pengunjuk rasa menggelar aksi damai tetapi menjadi semakin konfrontatif menjelang malam.
Petugas dengan perlengkapan anti huru hara tiba dengan mobil polisi, kendaraan bermotor dan bus.
Mereka menggunakan kendaraan bermotor untuk mendorong pengunjuk rasa mundur dari barikade.
Polisi juga memperingatkan penduduk untuk menjauh dari distrik Port Richmond saat penjarahan semakin meluas.
Baca juga: Huru-hara AS: Patung Kontroversional Mantan Wali Kota Philadelphia Frank Rizzo Diturunkan
Sementara itu, kantor Manajemen Keadaan Darurat Philadelphia menyarankan penduduk di seluruh kota untuk tetap tinggal di rumah karena "demonstrasi meluas dan berubah menjadi kekerasan".
Menurut Philadelphia Inquirer, pengunjuk rasa mencoba mendirikan barikade darurat menggunakan tempat sampah.