News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Presiden Terpilih AS Biden Diprediksi akan Gabung Lagi dengan Kesepakatan Nuklir Iran, Ini Kata Ahli

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden. Saat berkampanye, Biden menjelaskan rencananya untuk bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran, jika dia terpilih sebagai Presiden AS menggantian Donald Trump.

"Iran tidak mungkin bersedia untuk kembali ke JCPOA tanpa beberapa konsesi AS, seperti pencabutan sanksi terhadap Hizbullah, program rudal, dan pelanggar HAM Iran," bantahnya.

Aktivitas proksi militan Iran di Timur Tengah dan pengayaan uraniumnya bukannya menurun, malah meningkat selama sanksi tekanan maksimum.

Baca juga: Jenderal Qasem Soleimani dibunuh, Iran tak lagi patuhi kesepakatan nuklir

Baca juga: Barack Obama Kritik Donald Trump Soal Penanganan Pandemi Covid-19 di AS: Tidak Terorganisir

Ilustrasi Lokasi Nuklir Iran. Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden pernah menyinggung soal kesepakatan nuklir Iran 2015. (BBC)

Kesepakatan Nuklir bagi Biden

Tetapi, analis mengatakan, bagi Biden, kesepakatan nuklur Iran kemungkinan bukan prioritas utama pasca pelantikan.

Meraka memprediksi, enam bulan pertama kepemimpinan Biden akan digunakan untuk mengatasi pandemi virus corona dan ekonomi AS yang terpukul.

Kirsten Fontenrose, Direktur Prakarsa Keamanan Timur Tengah Scowcroft di Dewan Atlantik, mengatakan kepada CNBC, Biden mungkin akan menawarkan pencabutan sanki kepada Iran.

Tujuannya yakni, tambah Fontenrose, agar Amerika dapat masuk kemabli dalam pembicaraan nuklir.

"Kita mungkin harus mengharapkan Iran mengambil keuntungan dari mundurnya AS dari kesepakatan nuklir dan mencoba mendapatkan sebanyak yang bisa diambil dari pemerintahan Biden," tambahnya.

Sementara itu di Teheran, masih ada ketakuran jika Trump kembali mencalonkan diri pada 2024 mendatang.

"Apa pun kesepakatan yang kita lakukan dengan Joe Biden, presiden berikutnya bisa membatalkannya," kata Amir Handjani, rekan di Quincy Institute kepada CNBC.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini