"Sekarang kami melihat pola penyebutan pelanggaran hak asasi manusia secara selektif juga berlaku di Australia," katanya.
Usaha China Membuka Masalah Negara Pesaingnya
Sementara Pearson mengatakan tuduhan terhadap tentara SAS Australia di Afghanistan sangat serius, dia menambahkan cukup mengejutkan melihat China menyerukan tindakan terhadap masalah tersebut.
Tahun lalu, pemerintah China telah menghadapi kritik internasional atas tuduhan pemenjaraan massal dan pendidikan ulang terhadap minoritas Muslim di wilayah barat Xinjiang.
Juga tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap hak-hak sipil di pusat keuangan Hong Kong. Beijing telah membela tindakannya dalam kedua kasus tersebut.
Pemerintah Xinjiang telah berulang kali membantah tuduhan mereka menahan hingga dua juta warga mayoritas Muslim di pusat-pusat pendidikan ulang.
Sebaliknya mengatakan mereka memberikan pelatihan kejuruan sebagai bagian dari program deradikalisasi.
Di Hong Kong, Beijing berpendapat kota itu adalah bagian dari China dan cara menanganinya adalah urusan dalam negeri mereka sendiri.
"Sangat munafik bagi China untuk berbicara tentang akuntabilitas dan perlunya dimintai pertanggungjawaban para pelaku," kata Pearson.
China beberapa tahun terakhir menempatkan para diplomat muda yang agresif di garis depan diplomasi global.
Selain Hua Chunying, ada Zhao Lijian sebagai jubir Kemenlu China yang secara teratur membalas secara keras di media sosial setiap kritik yang diarahkan ke China atau Partai Komunis China.
Di mata pengamat politik global, postingan Zhao Lijian dan Hua Chunying efektif memantik perhatian global atas kejahatan perang Australia di Afghanistan.
"Berapa banyak orang yang tahu tentang laporan itu sebelumnya? Nah, lebih banyak orang yang tahu sekarang karena gambar ini," kata Glaser.
Dalam konferensi pers Senin (30/11/2020), juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying secara blak-blakan menolak seruan PM Australia Morrison untuk meminta maaf.