TRIBUNNEWS.COM - Iran disebut tidak mungkin melakukan balas dendam atas kematian ilmuwan nuklirnya, Mohsen Fakhrizadeh, dalam waktu dekat.
Hal tersebut disampaikan perwakilan utama AS untuk Iran kepada Reuters, Kamis (3/12/2020).
Lebih lanjut, perwakilan AS itu menyebut pembalasan dendam ini berkaitan dengan pelantikan presiden AS terpilih, Joe Biden.
Mohsen Fakhrizadeh merupakan ilmuwan nuklir top di Iran.
Walau informasi mengenai sosoknya tidak banyak dibicarakan, Fakhrizadeh dinobatkan Israel sebagai kunci dari senjata nuklir Iran.
Fakhrizadeh tewas dibunuh di dekat Teheran pada Jumat (27/11/2020) waktu setempat.
Baca juga: Iran Tuduh Barat Dukung Israel atas Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Baca juga: Ahli: Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Tak Akan Gagalkan Program Nuklir
Ilmuwan terkemuka ini disergap di jalan raya dan mobilnya diberondong peluru.
Perwakilan khusus Washington untuk Iran dan Venezuela, Elliott Abrams, mengatakan dalam wawancaranya bahwa Teheran sangat membutuhkan keringanan sanksi dari Amerika Serikat.
Hal inilah yang akan menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan mereka saat Joe Biden mengambil alih sebagai Presiden AS yang baru.
Joe Biden akan resmi menjadi Presiden AS ke-46 menggantikan Donald Trump pada 20 Januari 2021 mendatang.
"Jika mereka menginginkan keringanan sanksi, mereka tahu bahwa mereka harus memasuki semacam negosiasi setelah 20 Januari."
"Dan harus menjadi pemikiran mereka bahwa mereka tidak ingin melakukan aktivitas apa pun antara sekarang dan 20 Januari yang membuat keringanan sanksi semakin sulit didapat," katanya.
Tokoh agama dan militer Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan Fakhrizadeh.
Di sisi lain, Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak mengomentari insiden pembunuhan ini.