News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PM Belanda Mark Rutte Dianggap Tutupi Dukungan Belanda ke Kelompok Teroris di Suriah

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota ISIS berserta istri dan anak-anak mereka keluar dari desa Baghouz di provinsi Deir Ezzor, Suriah timur, Kamis (14/3/2019).

TRIBUNNEWS.COM, DENHAAG – Sebuah kolom cukup panjang karya jurnalis kawakan Belanda, Eric van de Beek, membeber bagaimana pemerintah Belanda menutupi dukungan mereka  ke kelompok teroris di Suriah.

Ulasan  kolumnis Eric van de Beek itu diunggah laman media Rusia, Sputniknews.com, Minggu (6/12/2020).

Kisah ini melengkapi laporan-laporan jurnalis independen yang konsisten melaporkan keterlibatan barat mendalam di tengah konflik Suriah.  

Situasi Idlib, Suriah (Tangkap Layar Al Jazeera)

Van de Beek tinggal di Belanda. Ia belajar jurnalisme di Universitas Windesheim di Zwolle dan filsafat di Universitas Amsterdam.

Selama bertahun-tahun, dia menyumbangkan artikel ke bagian ekonomi, keuangan, sains, dan budaya di mingguan Belanda terkemuka, Elsevier.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia berkonsentrasi pada politik internasional dan menerbitkan buku tentang berita palsu di media arus utama Belanda.

Dia kritis terhadap kebijakan unilateralisme dan intervensi militer, serta pendukung kuat tegaknya aturan hukum internasional.

Lewat tulisannya, Van de Beek menyebutkan, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara terang-terangan menghentikan penyelidikan dukungan Belanda untuk kelompok bersenjata di Suriah.

Dalam sebuah jumpa pers yang terekam di televisi Belanda, Mark Rutte mendapat tekanan tajam seorang jurnalis saluran televise nasional.

Baca juga: Pengakuan Febri Ramdani, Menyesal ke Suriah, Tertipu Propaganda ISIS di Medsos

Baca juga: Polisi Tangkap Mahmut Ozden, Amir ISIS Turki yang Diduga Siapkan Teror

Peristiwa semacam ini menurut Beek belum pernah terjadi di Belanda. Pers biasanya memperlakukan Perdana Menteri secara terhormat.

"Kami telah mendengar Anda menghalangi mosi di parlemen untuk memulai penyelidikan eksternal yang independen terhadap dukungan Belanda terhadap pemberontak Suriah," kata wartawan itu.

"Bisakah Anda menjelaskan mengapa Anda tidak menginginkan penyelidikan seperti itu?" cecarnya.

Pertama, Rutte bereaksi seolah-olah dia tidak tahu apa yang dibicarakan jurnalis itu, tetapi ketika ditanya lagi, dia menjawab dia tidak yakin tentang hal itu.

Tapi dia berpikir pemerintah memang telah menyarankan untuk tidak melakukan mosi tersebut. Jawaban itu menggelitik si wartawan untuk bertanya lagi.

"Apakah Anda secara pribadi ikut campur dengan mosi itu?" tanyanya. Rutte mengelak, "Saya ikut campur dalam banyak kasus, tapi saya tidak bisa menjelaskannya secara rinci."

Mengapa Rutte ikut campur? Menurutnya, penyelidikan bisa mengarah pada ketegangan dengan sekutu kita (Belanda), dan nyawa mantan anggota kelompok oposisi (Suriah) bisa dipertaruhkan.

Surat kabar nasional Trouw dan program isu terkini Nieuwsuur berhasil mengidentifikasi beberapa dari apa yang disebut 'pemberontak moderat' (Suriah) yang telah menerima barang bantuan dari pemerintah Belanda.

Di antaranya kelompok Jabhat al-Shamiya, juga dikenal sebagai Levant Front. Ini organisasi yang dianggap Kejaksaan Belanda sebagai kelompok salafi, jihadis, dan organisasi kriminal teroris.

Dukungan (Belanda) juga diberikan ke kelompok-kelompok yang bekerja erat dengan kelompok teroris, serta kelompok-kelompok yang menurut organisasi hak asasi manusia telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Meskipun dukungan telah dibahas di parlemen, bahkan sebelum pemerintah Belanda benar-benar memulainya, butuh beberapa tahun sebelum media arus utama Belanda ikut menyoroti masalah ini.

Trouw dan Nieuwsuur mempublikasikan temuan mereka satu setengah tahun setelah Van de Beek mulai menulis temuan sama pada platform antimainstream di internet.

Menurutnya, tetap menjadi misteri mengapa Kejaksaan Belanda masih belum melakukan investigasi kriminal terhadap pejabat politik saat ini dan mantan yang terlibat dalam mendukung Jabhat al-Shamiya.

Turki berencana meluncurkan operasi militernya yang telah lama dijanjikan, terhadap pasukan Kurdi di Suriah Utara, tepatnya di sebelah Timur Sungai Efrat. (Sputnik News)

Sementara warga negara Belanda yang diduga ikut berperang bersama kelompok teroris ini langsung ditangkap dan diadili sekembalinya ke Belanda.

“Apakah di sini kita berurusan dengan keadilan kelas?” tanya Beek. “Pemerintah Belanda tidak pernah mengkonfirmasi temuan Trouw dan Nieuwsuur,” komentar juru bicara Kejaksaan Belanda Wim de Bruin.

Beek secara khusus menanyakan itu kepada Bruin. “Dan Anda seharusnya tidak mempercayai semua yang Anda baca di Koran,” pesan Bruin.

Tidak diragukan lagi, pemerintah Belanda memang telah mendukung Jabhat al-Shamiya di Suriah. Hal ini terbukti dari dokumen internal Kementerian Luar Negeri.

Dokumen itu bisa diperoleh menggunakan Undang-Undang Kebebasan Informasi, yang dimanfaatkan Trouw dan Nieuwsuur.

Data pendukung diperoleh hasil wawancara yang dilakukan media tersebut dengan komandan Jabhat al-Shamiya di Suriah, dan sumber-sumber lain yang terlibat.

Dukungan Belanda terhadap kelompok bersenjata di Suriah dimulai Menteri Luar Negeri Bert Koenders. Dia menurut Veek sangat menyadari apa yang dilakukan.

Amnesty International (AI) secara pribadi telah memberitahunya tentang kejahatan Jabhat al-Shamiya, termasuk penyiksaan, penculikan, eksekusi cepat dan eksekusi untuk mereka yang dianggap murtad.

Mereka telah memintanya untuk menggunakan pengaruhnya untuk meminta negara-negara yang mendukung Jabhat al-Shamiya untuk segera menghentikan bantuan.

Tapi setahun kemudian, pada 2017, Bert Koenders malah mulai mengeksekusi bantuan logistik kepada kelompok ini.

Setelah partainya PvdA kalah dalam pemilihan, Koenders tak lagi menduduki kursi menteri. Universitas Leiden menunjuknya sebagai profesor Perdamaian, Keadilan dan Keamanan.

Bagi Beek, penugasan itu tidak masuk akal dan tidak dapat diterima. Secara etika, seseorang yang mendukung teroris mestinya tidak boleh mengajar di universitas.

Oleh karena itu, bersama dengan seorang wanita Suriah-Belanda, Hanan Shamoun, Beek membagikan petisi kepada fakultas Tata Kelola dan Urusan Global Universitas Leiden.

Mereka meminta universitas mencopot Koenders dari kursinya. Fakultas membutuhkan delapan bulan untuk mengirimkan balasan kepada mereka.

"Tuan Koenders diangkat sesuai kebijakan pengangkatan Universitas Leiden," kata Prof Erwin Muller, deakn fakultas tersebut menjawab petisi Beek dan Shamoun.

"Kami menyesal Anda keberatan dengan penunjukan Tuan Koenders, tetapi kami tidak melihat alasan untuk meninjau ini," imbuhnya.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini