TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2020 dibuka dengan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Dunia dikejutkan dengan kematian Komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, Mayjen Qassem Soleimani.
Tak lama berselang pandemi covid-19 seakan "menyelimuti bumi". Efek pandemi ini dirasakan seluruh negara. Menghantam perekonomian, merusak pariwisata dan merenggut banyak nyawa manusia.
Namun, di kala dunia menghadapi corona, sebuah peperangan pecah di Asia Tengah. Dua negara pecahan Uni Soviet: Azerbaijan dan Armenia terlibat konfrontasi militer memperebutkan sebuah teritorial.
Berikut Tribunnews merangkum tiga peristiwa internasional besar sepanjang 2020.
1. Pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani
Soleimani tewas lewat serangan udara via drone yang digunakan AS ketika sang komandan baru saja tiba di Irak untuk memenuhi undangan pemerintah setempat.
Sontak saja pembunuhan terhadap Soleimani membuahkan kemarahan dari Iran. Jutaan rakyat Iran turun ke jalan. Baik dari kelompok pro ulama maupun reformis.
Bagi masyarakat Iran yang pro ulama, Soleimani merupakan sosok "tangan kanan" pemimpin tertinggi, Ayatullah Ali Khameni. Sementara bagi kelompok "nasionalis", Soleimani yang bukan ulama (tentara--red) dianggap mewakili kebanggaan bangsa Persia.
Kisah heroik Soleimani di berbagai palagan terutama saat memerangi ISIS di Irak dan Suriah membuat masyarakat Iran begitu membanggakannya. Warga Iran menganggap jika bukan karena Soleimani dan pasukannya, milisi ISIS hari ini sudah berada di jalanan Kota Teheran.
Di ibu kota Teheran, Pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei memimpin langsung prosesi salat jenazah. Rahbar (sebutan Iran untuk sang pemimpin tertinggi) tak dapat menahan tangis saat memimpin salat.
Doanya bergabung dengan ratapan jutaan pelayat yang membanjiri jalan-jalan Teheran yang menuntut pembalasan terhadap Amerika atas pembunuhan tragis yang langsung meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.
Dalam seremoni duka di Teheran, tampak pemimpin gerakan Hamas dari Palestina, Ismail Haniyeh. Bahkan Haniyeh ikut memberikan "testimoni" tentang kontribusi Soleimani terhadap perjuangan gerakan-gerakan di Palestina.
Haniyeh, dalam sambutannya, memuji sang pemimpin Pasukan Quds yang dipandangnya telah membangun hubungan baik dengan kelompok Palestina lainnya. Ia bahkan menjuluki Soleimani sebagai "martir Yerusalem".
"Apa yang telah Soleimani berikan kepada Palestina dan gerakan perlawanan telah membawa kami dalam posisi hari ini, terutama dalam hal kekuatan dan ketabahan. Kematian Jenderal Soleimani tidak akan menghalangi kelompok perlawanan untuk memerangi Israel."