TRIBUNNEWS.COM - Seorang jurnalis independen atau jurnalis warga di China dipenjara 4 tahun karena meliput kondisi pandemi di Wuhan.
Jurnalis itu mendokumentasikan situasi Wuhan di saat puncak wabah.
Dilansir CNN, seorang mantan pengacara bernama Zhang Zhan melakukan perjalanan ke Kota China tengah pada Februari untuk meliput pandemi serta upaya pemerintah untuk menahannya.
Diketahui saat itu pemerintah China mulai mengekang media agar tidak banyak mengabarkan perihal pandemi.
Pengekangan itu dilakukan baik kepada media swasta maupun pemerintah.
"Kami mungkin akan mengajukan banding," kata pengacara Zhan, Ren Quanniu kepada Reuters seraya menjelaskan bahwa kliennya dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
"Zhang yakin dia dianiaya karena menggunakan kebebasan berbicara," katanya sebelum persidangan.
Baca juga: Provinsi Zhejiang China Akan Luncurkan 120.000 Stasiun 5G Baru Pada 2022
Baca juga: China Diprediksi Gantikan Amerika Sebagai Negara Adidaya Dunia pada 2028
Zhang Zhan menghilang dari Wuhan pada Mei, dan kemudian terungkap bahwa dia ditahan polisi di Shanghai.
Zhang didakwa atas dugaan 'memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah'.
Dugaan semacam ini biasa digunakan untuk menindak wartawan dan aktivis HAM.
Zhang adalah jurnalis warga pertama yang dihukum karena perannya dalam melaporkan pandemi virus corona.
Zhang Zhan yang Pertama, Namun Bukanlah Satu-satunya
Zhang sejatinya bukan satu-satunya jurnalis yang ditindak polisi atau tiba-tiba menghilang sejak awal pandemi.
Di awal Covid-19 menyerang China, pemerintah Beijing aktif menekan liputan dan saluran media berisi propaganda yang mengulas pandemi.
Pada Februari, Chen Qiushi yang melakukan video streaming dari Wuhan selama penguncian kota serta memposting laporan di media sosial menghilang.
Pada September, dia dilaporkan berada di bawah pengawasan negara.
Dua jurnalis independen lainnya, Li Zehua dan Fang Bin juga ditahan menyusul liputan mereka tentang wabah Wuhan.
"Dengan kedok memerangi virus korona baru, pihak berwenang di China telah meningkatkan penindasan secara online dengan memblokir pelaporan independen, berbagi informasi, dan komentar kritis atas tanggapan pemerintah," kata Pembela Hak Asasi Manusia China, kelompok yang berbasis di Hong Kong.
Baca juga: Brasil dan Turki Umumkan Hasil Uji Coba Vaksin Sinovac Buatan China, Ini Hasilnya
Baca juga: WHO Kirim 10 Ilmuwan Internasional ke China untuk Selidiki Asal-usul Virus Corona di Wuhan
China adalah penjara jurnalis terbesar di dunia, menurut Reporters Without Borders (RSF).
Negara ini sangat ketat mengontrol pers dalam negeri sambil memblokir sebagian besar media asing melalui Great Firewall, alat sensor dan pengawasan online yang luas.
Pada Maret silam, China mengusir wartawan dari New York Times, Washington Post, dan Wall Street Journal.
Ini merupakan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pers asing.
Beijing mengatakan, tindakan tersebut merupakan balasan atas sikap AS kepada media asal China di sana.
Meskipun kini pandemi Covid-19 telah melunak di China, Beijing tetap menetapkan pembatasan kepada pers.
Saat ini media pemerintah China mulai mendorong cerita mengenai asal-usul pandemi secara agresif, dengan klaim bahwa virus itu mungkin beredar di luar negeri sebelum masuk ke Wuhan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)