News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres Amerika Serikat

Pendukung Donald Trump Merasa Dikhianati saat Presiden Akui Kemenangan Biden & Kecam Insiden Capitol

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump datang untuk berbicara kepada pendukungnya di Ellipse, sebuah taman di dekat Gedung Putih di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi.

TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Donald Trump mengakui kekalahan dan berjanji melakukan transisi damai pasca penyerangan Kantor Kongres dikecam pendukungnya.

Dilansir The Guardian, langkah Trump ini membuat beberapa pengikut fanatiknya geram hingga menimbulkan teori konspirasi. 

Di saluran media sosial dan ruang obrolan seperti Parler dan 4chan, platform Trumpist biasa bercengkerama, muncul sejumlah keluhan.

Beberapa pendukung Trump menilai langkah presiden sebagai pengkhianatan.

Sebelumnya, Trump pada Kamis (7/1/2021) mengatakan bahwa dia 'marah oleh kekerasan, pelanggaran hukum dan kekacauan' yang terjadi di Gedung Kongres, Capitol.

Trump juga mengatakan bahwa 'mereka yang melanggar hukum akan mendapat ganjaran'.

Baca juga: Donald Trump Tidak akan Menghadiri Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS, Biden: Hal yang Bagus

Baca juga: Trump Dianggap sebagai Biang Kekacauan, Ketua DPR Nancy Pelosi Minta Otoritas Nuklirnya Dicabut

Pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan demonstrasi di luar Gedung Kongres US Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi. (AFP/Alex Edelman)

Sayangnya, komentar ini justru memicu kemarahan, kesedihan, dan penolakan dari pendukung garis keras.

"Pukulan di perut," kata seorang Trumpist.

"Sebuah tikaman di belakang," sergah yang lain.

"Aku ingin muntah," tambah seseorang.

Tangkap layar sebuah aplikasi yang viral menuliskan kesimpulan dari reaksi para pendukung Trump ini.

"Dia mengatakan itu akan menjadi liar dan ketika (kondisi) menjadi liar dia (Trump) menyebutnya serangan keji dan jari tengah kepada pendukungnya yang dia suruh untuk berada di sana."

Di sisi lain, muncul sebuah teori konspirasi bahwa penyataan Trump soal transisi damai adalah video palsu yang dibuat musuh Trump.

Akun Twitter Donald Trump yang dibekukan oleh Twitter. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Bahkan, ada yang menganggapnya pesan rahasia yang mengindikasikan bahwa Trump akan tetap memenuhi janji-janjinya.

"Palsu, palsu. Dia telah dikunci dari Twitternya, dia tidak bisa masuk. Dia tidak bisa masuk. Dia tidak bisa masuk hari ini, itu sudah ditutup selamanya," kata seseorang bernama Magafree.

"Dia punya rencana di sini, Presiden Trump tidak akan mundur semudah itu," tulis Brenda.

"Kita perlu berdiri teguh, berjaga dan berdoa. Sesuatu yang besar akan datang."

Sementara itu, situs-situs seperti Breitbart dan Daily Caller tampaknya mendukung konsensus Partai Republik yang semakin memusuhi Trump.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi Ingin Otoritas Nuklir Trump Dicabut

Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, menginginkan otoritas nuklir yang dimiliki Presiden petahana AS Donald Trump agar dicabut.

Pelosi bahkan telah menghubungi militer terkait permintaannya ini.

Dilansir Vox.com, permintaan Pelosi ini masuk akal, mengingat pengaruh Trump yang menyebabkan kerusuhan di Gedung Kongres, Capitol. 

Dalam sebuah surat kepada Demokrat DPR pada Jumat lalu, Pelosi mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa dia baru saja berbicara dengan Pentagon.

Dia membicarakan cara mencegah Trump yang disebutnya 'tidak stabil' agar tidak meluncurkan senjata nuklir di hari-hari terakhir jabatannya.

"Pagi ini, saya berbicara dengan Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley untuk membahas tindakan pencegahan yang ada untuk mencegah presiden yang tidak stabil memulai permusuhan militer atau mengakses kode peluncuran dan memerintahkan serangan nuklir," tulis Pelosi.

Baca juga: Nancy Pelosi Terpilih Kembali sebagai Ketua DPR Amerika Serikat

Baca juga: Donald Trump Tidak akan Menghadiri Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS, Biden: Hal yang Bagus

STERLING, VA - 13 DESEMBER: Presiden AS Donald Trump mengendarai mobil golf nomor 45 saat ia bermain golf di Trump National Golf Club pada 13 Desember 2020 di Sterling, Virginia. (Al Drago/Getty Images/AFP)

Pelosi kemudian mengatakan kepada seluruh perwakilan Demokrat di DPR melalui telepon.

Pelosi mengatakan, Milley meyakinkannya ada pengamanan untuk mencegah presiden memerintahkan serangan nuklir secara ilegal.

Laporan ini dikonfirmasi oleh seorang jubir Kepala Gabungan yang menegaskan bahwa Pelosi berdiskusi soal proses otoritas komando nuklir dengan Milley.

Mayoritas pengkritik Trump, salah satunya Pelosi, termasuk di antara korban kerusuhan di Capitol beberapa waktu lalu.

Namun, Ketua DPR tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kode nuklir dari Trump.

Presiden Amerika Serikat memang memiliki kewenangan tunggal untuk meluncurkan senjata nuklir.

Langkah Pelosi dinilai politis, yakni untuk mengumpulkan dukungan agar Trump bisa didakwa atas hasutannya terkait kerusuhan di Capitol pada Rabu (6/1/2021).

Newsletter pada Jumat melaporkan sejumlah politikus Republik mendukung pemakzulan Trump yang kedua.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini