TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergantian kepemimpin di Amerika Serikat (AS) dari Donald Trump ke Joe Biden disambut baik oleh China.
Jubir Kementerian Luar Negeri China mengungkap optimisme ini dengan mengatakan "malaikat baik hati dapat menang atas kekuatan jahat."
Namun Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai optimisme China tersebut bisa jadi tidak terwujud karena hubungan dua negara itu masih akan tetap memanas.
“Hubungan AS-China akan tetap memanas di era Joe Biden,” ujar Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A. Yani ini kepada Tribunnews.com, Jumat (22/1/2021).
Kenapa demikian?
Paling tidak ada tiga alasan utama menurut Hikmahanto.
Pertama, dalam acara angkat sumpah Joe Biden sebagai Presiden perwakilan dari Taiwan diundang hadir.
Padahal pemerintah China berupaya agar dunia hanya mengakui satu China yaitu People's Republic of China.
Baca juga: Twitter Kunci Akun Kedubes AS di China Karena Membela Kebijakan China Terhadap Muslim Uighur
Pemerintahan di Taiwan yang menamakan diri sebagai Republic of China dalam perspektif pemerintah China merupakan bagian darinya.
“Undangan kepada perwakilan Taiwan untuk menghadiri inaugurasi Joe Biden bisa dianggap sebagai tindakan tidak bersahabat Biden terhadap China,” jelasnya.
Kedua, meski terjadi perubahan kepemimpinan di AS namun para birokrat AS tetap menjabat. Para pejabat inilah yang akan memastikan kebijakan terhadap China pada masa Trump akan tetap dilanjutkan di masa Biden.
Terakhir, banyak negara-negara sekutu AS menghendaki adanya perimbangan kekuatan (balance of power) dalam bentuk rivalitas AS-China daripada kemesraan kedua negara.
“Hanya saja dalam era pemerintahan Biden, berbeda dengan Trump yang berasal dari Partai Republik, rivalitas ini akan lebih lunak (soft) sesuai gaya kepemimpinan Presiden asal Partai Demokrat,” ucapnya.
Joe Biden telah resmi menjadi Presiden ke-46 Amerika Serikat (AS), Rabu (20/1/2021) pukul 12.00 waktu setempat.