TRIBUNNEWS.COM, YANGOON - Tentara Myanmar mengumumkan keadaan darurat pada Senin (1/2). Militer Myanmar melakukan penahanan terhadap para pemimpin senior pemerintah sebagai tanggapan atas dugaan kecurangan pada pemilihan umum (pemilu) November 2020 lalu.
Sebuah video yang disiarkan di televisi milik militer Myanmar menyebutkan, kekuasaan telah diserahkan kepada panglima angkatan bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Berikut pernyataan yang dibacakan di Myawaddy Television (MWD) yang dikutip Reuters:
“Daftar pemilih yang digunakan dalam pemilihan umum multi partai yang digelar pada 8 November 2020 ditemukan memiliki selisih yang sangat besar dan Komisi Pemilihan Umum (UEC) gagal menyelesaikan masalah ini.
Meski kedaulatan bangsa harus bersumber dari rakyat, ada kecurangan yang mengerikan dalam daftar pemilih selama pemilihan umum yang demokratis yang bertentangan dengan penjaminan demokrasi yang stabil.
Penolakan untuk menyelesaikan masalah kecurangan daftar pemilih dan kegagalan mengambil tindakan dan mengikuti permintaan untuk menunda sesi parlemen majelis rendah dan majelis tinggi tidak sesuai dengan Pasal 417 dari konstitusi 2018 yang mengacu pada tindakan atau upaya untuk mengambil alih kedaulatan persatuan dengan cara-cara yang salah dan dapat menyebabkan disintegrasi solidaritas nasional.
Karena tindakan seperti itu, telah terjadi banyak protes di kota-kota kecil dan kota di Myanmar untuk menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap UEC.
Partai dan masyarakat lain juga ditemukan melakukan berbagai macam provokasi termasuk mengibarkan bendera yang sangat merusak keamanan nasional.
Jika masalah ini tidak diselesaikan, maka akan menghambat jalan menuju demokrasi dan oleh karena itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum.
Oleh karena itu, keadaan darurat dinyatakan sesuai dengan Pasal 417 UUD 2008.
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap daftar pemilih dan untuk mengambil tindakan, kewenangan pembuatan hukum negara, pemerintahan dan yurisdiksi diserahkan kepada panglima tertinggi sesuai dengan Konstitusi 2008 Pasal 418, ayat (a). Keadaan darurat berlaku secara nasional dan durasi keadaan darurat ditetapkan selama satu tahun, terhitung sejak tanggal perintah ini diumumkan sesuai dengan Pasal 417 konstitusi tahun 2008.”
Demo di Tokyo
Ratusan orang Burma berunjuk rasa mengecam kudeta militer di Myanmar, Senin (1/2/2021).
Ratusan orang tersebut berkumpul di Tokyo, Jepang sambil memegang potret Aung San Suu Kyi.
Aksi itu dilakukan untuk memprotes penahanan sejumlah pemimpin negara Myanmar yang dilakukan militer Myanmar.
Dilansir Reuters, para demonstran mengenakan masker dan membawa bendera, berdiri di luar Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terletak di pusat kota Tokyo dan meminta badan internasional tersebut untuk mengutuk tindakan militer Myanmar.
Baca juga: Jenderal Min Aung Hlaing Pimpin Kudeta Militer Myanmar, Ini Sosok dan Perannya dalam Politik Burma
“Saya khawatir (tentang keluarga saya), tetapi lebih dari mereka saya khawatir tentang Aung San Suu Kyi,” kata Tin Htway, seorang pekerja restoran Burma berusia 22 tahun yang turut menghadiri protes tersebut, dalam laporan Reuters, Senin (1/2/2021).
Than Swe, presiden Persatuan Asosiasi Warga Myanmar di Tokyo, mengatakan dia ingin Suu Kyi dan semua pemimpin yang terpilih secara demokratis segera dibebaskan.
"Militer perlu mengakui hasil (pemilu) 2020 dan menghentikan apa yang mereka lakukan sekarang," kata pria berusia 58 tahun itu.
Salah satu penyelenggara protes mengatakan hampir 800 orang menghadiri demonstrasi pada hari Senin.
Baca juga: Amnesty International Minta Aung San Suu Kyi Dibebaskan dan Militer Myanmar Beri Klarifikasi
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengatakan pada hari Senin bahwa pemimpinnya Suu Kyi meminta publik untuk tidak menerima kudeta oleh militer dan mendesak mereka untuk melakukan protes.
"Tindakan militer adalah tindakan untuk mengembalikan negara di bawah kediktatoran," kata NLD dalam pernyataan yang mencantumkan nama Suu Kyi.
"Saya mendorong orang-orang untuk tidak menerima ini, untuk menanggapi dan dengan sepenuh hati memprotes kudeta oleh militer," lanjutnya.
Baca juga: Profil Presiden Myanmar Win Myint, Dikenal sebagai Pendukung Kuat Aung San Suu Kyi
Jepang dan Myanmar telah lama memiliki hubungan yang erat, di mana Tokyo sebagai pendonor bantuan utama selama bertahun-tahun dan sejumlah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan bisnis di sana.
Tercatat, sejak bulan Juni tahun lalu, ada sekitar 33.000 orang Burma yang tinggal di Jepang dengan hampir setengah dari mereka menggunakan visa "trainee teknis".
Pemerintah Jepang pada Senin juga telah meminta Myanmar untuk membebaskan para pemimpin yang ditangkap setelah militer merebut kekuasaan.
Jepang menambahkan bahwa mereka telah lama mendukung demokrasi di negara itu dan menuntut agar demokrasi segera dipulihkan.
Kecaman AS
Amerika Serikat (AS) mengeluarkan pernyataan mengutuk kudeta yang dilakukan militer Myanmar terhadap Pemimpin, Presiden serta beberapa anggota partai penguasa negara itu.
"Amerika Serikat menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini, atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar," bunyi pernyataan Gedung Putih.
Dikutip dari laman The Independent, Senin (1/2/2021), menanggapi apa yang dilakukan pihak militer Myanmar terkait hasil Pemilu yang berlangsung pada November 2020, AS akan memberikan tindakan tegas.
"AS akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab, jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," tegas Gedung Putih.
Baca juga: Tuntut Pembebasan Aung San Suu Kyi, Amerika Serikat Ancam Akan Ambil Tindakan
Sementara Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menyerukan dilakukannya pembebasan terhadap Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi serta pejabat lainnya yang dikabarkan ditahan.
"Kami sangat mendukung pertemuan kembali Majelis Nasional secara damai, sesuai dengan hasil pemilihan umum November 2020," tegas Payne.
Kudeta militer sedang berlangsung di Myanmar karena Pemimpin negara itu Aung San Suu Kyi, Presiden serta pejabat senior lainnya dari partai yang berkuasa telah ditempatkan menjadi tahanan rumah.
Penahanan ini dilakukan pada hari Senin pagi waktu setempat, menyusul pengumuman yang ditayangkan televisi militer Myanmar bahwa pihak militer telah menguasai negara itu selama satu tahun.
Pengumuman tersebut disampaikan menyusul kekhawatiran terkait ancaman kudeta militer yang bisa dilakukan saat parlemen baru negara itu dimulai.
Anggota parlemen Myanmar dijadwalkan berkumpul pada hari Senin di ibu kota negara itu, Naypyitaw, untuk sesi pertama parlemen sejak pemilihan dilaksanakan tahun lalu.
Baca juga: Kekhawatiran Munculnya Kudeta Militer di Myanmar saat Aung San Suu Kyi Ditahan
Ketegangan antara pemerintah sipil dan militer meningkat setelah diumumkannya hasil Pemilu Myanmar pada November 2020.
Awal pekan ini, pihak militer negara itu mengatakan opsi kudeta tidak bisa disingkirkan, jika keluhan kecurangan dalam pemilihan umum diabaikan.
Komisi pemilihan Myanmar pun membantah tuduhan bahwa 'penipuan' memiliki peran penting dalam memberikan kemenangan telak bagi partai berkuasa yang dipimpin Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Sedangkan Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan yang didukung militer hanya memenangkan 33 kursi.
The Irrawaddy, sebuah layanan berita online negara itu, melaporkan bahwa Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditahan pada Senin dini hari.
"Saya ingin mengingatkan para pendukung kami untuk tidak menanggapi gegabah tindakan ini dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan aturan hukum," kata Juru Bicara NLD.
Pejabat NLD lainnya yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa satu dari mereka yang ditahan adalah seorang anggota komite eksekutif pusat partai, Han Thar Myint.
Televisi pemerintah Myanmar mengatakan dalam laman Facebook mereka bahwa mereka tidak dapat menyiarkan sementara perkembangan terkini peristiwa ini karena 'kendala komunikasi'.
Sementara saluran telepon di Naypyitaw pun tidak berfungsi.
Pihak militer telah menjalankan roda pemerintahan di Myanmar selama hampir 50 tahun, setelah dilakukannya kudeta pada tahun 1962, sebelum memulai masa transisi ke era demokrasi dengan melangsungkan pemilihan umum (Pemilu) pada 2010.
Berita ini tayang di Kontan dengan judul: Ambil alih kekuasaan, berikut pernyataan lengkap militer Myanmar