Min Aung Hlaing, yang sebelumnya merupakan tokoh yang kurang dikenal di angkatan bersenjata, diangkat sebagai panglima tertinggi pada 2011, tepat ketika Myanmar mulai beralih ke pemerintahan sipil setelah 49 tahun pemerintahan militer.
Ketika NLD memenangkan pemilihan multi-partai tahun 2015, sang jenderal mulai memposisikan dirinya sebagai calon presiden.
Dia tidak pensiun seperti yang diharapkan pada 2016, mengubah dirinya, dengan bantuan media sosial, dari tentara penyendiri menjadi figur publik.
Halaman Facebook yang didedikasikan untuk umum mempublikasikan aktivitasnya, termasuk kunjungan ke biara di negara mayoritas Buddha, dan pertemuan dengan pejabat.
Salah satu halaman memiliki 1,3 juta pengikut dan bertindak sebagai saluran utama militer untuk mendapatkan informasi, terutama selama penumpasan brutal Tatmadaw terhadap minoritas Rohingya pada 2017.
Operasi tersebut, termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan berkelompok, dan pembakaran yang meluas, mendorong sekira 730.000 penduduk Rohingya masuk negara tetangga Bangladesh.
Tahun berikutnya, Facebook menghapus dua halaman tersebut. Baik AS dan Inggris sejak itu menjatuhkan sanksi pada Min Aung Hlaing, yang menurut penyelidik PBB, kampanye antiRohingya memiliki "niat genosida".
Frontier Myanmar, majalah urusan terkini yang berbasis di Yangon, mengatakan fakta Min Aung Hlaing adalah "salah satu orang yang paling dicari di planet ini" karena perannya dalam kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya juga berkontribusi pada kecemasan sang jenderal tentang masa depannya.
"Menunjuk seorang loyalis untuk menggantikannya sebagai panglima tertinggi akan membantu, tapi itu tampaknya tidak cukup untuk meredakan kekhawatirannya," katanya dalam sebuah komentar.
Pada Senin, AS mengancam sanksi baru terhadap Myanmar atas serangan langsung militer terhadap transisi negara menuju demokrasi dan supremasi hukum.
Sementara Inggris mengatakan akan bekerja secara diplomatis dengan sekutunya untuk "memastikan kembalinya demokrasi secara damai".
Para pemimpin dari seluruh dunia juga mengutuk kudeta tersebut, tetapi negara tetangga China, mitra ekonomi paling berpengaruh di Myanmar, mengatakan pihaknya "mencatat" apa yang terjadi dan mendesak semua pihak untuk "menyelesaikan perbedaan" guna menjaga stabilitas.
Kepentingan Bisnis Elite Militer
Sementara itu, Justice for Myanmar, sebuah kelompok kampanye, mengatakan kudeta pada hari Senin tidak hanya tentang menjaga pengaruh politik Min Aung Hlaing, tetapi juga kekayaannya.
Jenderal itu telah mengeksploitasi posisinya sebagai panglima tertinggi untuk keuntungan pribadinya, dan kudeta hari ini memperluas kekuasaan dan hak istimewa itu.
Para pegiat mengatakan bisnis yang dimiliki anak-anak Min Aung Hlaing telah mendapat keuntungan dari akses mereka ke sumber daya negara selama masa jabatannya dan mencatat bahwa sebagai panglima tertinggi.
Ming Aung Hlaing memiliki otoritas tertinggi atas dua konglomerat utama militer, Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL), yang memiliki investasi di berbagai sektor, termasuk permata, tembaga, telekomunikasi, dan pakaian.
Penyelidik PBB sebelumnya telah meminta para pemimpin dunia untuk menjatuhkan sanksi keuangan yang ditargetkan pada dua perusahaan tersebut.
Pendapatan yang dihasilkan dari bisnis semacam itu dianggap memperkuat posisi militer dari pengawasan sipil dan memberikan dukungan keuangan untuk operasi mereka.
"Jika demokratisasi berkembang dan ada pertanggungjawaban atas tindakan kriminalnya, dia dan keluarganya akan kehilangan aliran pendapatan mereka," kata Justice for Myanmar.
Tanggapan Juru Kampanye Burma
“Ini adalah kudeta Min Aung Hlaing, bukan hanya kudeta militer,” kata Mark Farmaner, Direktur Kampanye Burma yang berbasis di Inggris. Ini tentang posisinya dan kekayaannya.
Analis lain mengatakan kepentingan institusional militer juga berperan. Kemenangan pemilihan NLD menempatkan militer pada "posisi tawar yang lebih lemah".
Analisis ini diungkapkan Bridget Welsh, seorang peneliti kehormatan di Institut Riset Asia Universitas Nottingham di Malaysia.
Kuota parlemen yang tidak dipilih oleh militer memberinya hak veto atas amandemen konstitusi, tetapi "posisi mereka akan melemah ketika ada mayoritas yang lebih besar dalam masalah hokum," katanya.
“Itu merupakan tantangan besar bagi posisi dan otoritas militer di Myanmar,” imbuhnya. Sementara Min Aung Hlaing telah berhasil melakukan kudeta, pengamat mengatakan masih ada pertanyaan tentang kemampuannya dan kemampuan militer untuk mempertahankan kekuasaan.
NLD, dalam sebuah pernyataan yang diatribusikan kepada Aung San Suu Kyi, mendesak rakyat Myanmar untuk " sepenuh hati memprotes" kudeta Senin.
Para analis mengatakan generasi muda, yang telah hidup dalam sistem yang lebih terbuka, kemungkinan besar akan bereaksi.
“Kebanyakan orang di Myanmar mungkin tidak mendukung kudeta tersebut,” kata Jay Harriman, seorang analis di BowerGroupAsia.
“Mereka mungkin bergumul dengan apa yang harus dilakukan, saat kita berbicara. Ini adalah keputusan hidup dan mati. Ketika mereka menolak pengambilalihan militer pada 1988, ribuan orang dilaporkan terbunuh.
Peristiwa ini kemungkinan besar terlintas di benak banyak orang saat mereka memikirkan tentang tanggapan yang tepat," kata Harriman.(Tribunnews.com/Aljazeera/Sputniknews/xna)