TRIBUNNEWS.COM - Pasca-penangkapan Aung San Suu Kyi pada Senin (1/2/2021), gelombang protes terhadap kudeta militer mulai terjadi.
Dalam aksi yang terjadi Selasa (2/2/2021) malam, pengunjuk rasa memukul-mukul panci untuk menimbulkan suara gaduh.
Tak hanya itu, beberapa juga membunyikan klakson, sebagaimana dilaporkan Reuters.
Hal ini menyebabkan kegaduhan di Yangon.
Partai pemenang Nobel Perdamaian yang ditahan itu menyerukan pembebasannya oleh junta yang merebut kekuasaan pada Senin (1/2/2021).
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL: Wanita Senam saat Kudeta di Myanmar | Negara yang Terlilit Utang dari China
Baca juga: VIRAL Video Wanita sedang Asyik Senam Aerobik, Tak Sadar Ada Kudeta Militer Myanmar di Belakangnya
Mereka juga menuntut pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan 8 November.
Pihak militer menahan Suu Kyi di lokasi yang awalnya dirahasiakan.
Namun seorang pejabat senior dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mengatakan pemimpinnya diketahui berada di bawah tahanan rumah di ibu kota Naypyidaw.
Langkah itu merupakan bagian terakhir dari perebutan kekuasaan militer di negara yang dirusak selama beberapa dekade oleh pemerintahan militer.
Militer telah menolak untuk menerima kemenangan telak pemilihan NLD, dengan alasan tuduhan penipuan yang tidak berdasar.
Tentara menahan para pemimpin NLD, menyerahkan kekuasaan kepada komandannya, Jenderal Min Aung Hlaing.
Mereka juga memberlakukan keadaan darurat selama setahun.
Utusan Myanmar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Christine Schraner Burgener, mendesak Dewan Keamanan "secara kolektif mengirimkan sinyal yang jelas untuk mendukung demokrasi di Myanmar".
Dewan sedang merundingkan kemungkinan pernyataan yang akan mengutuk kudeta tersebut, menyerukan militer untuk menghormati aturan hukum dan hak asasi manusia, dan segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah, kata para diplomat.