TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Myanmar mengabulkan permintaan polisi untuk menahan Aung San Suu Kyi (75) hingga 15 Februari 2021.
Hal tersebut berdasarkan pengajuan tuntutan yang menyatakan Suu Kyi terlibat dalam mengimpor dan menggunakan peralatan komunikasi secara ilegal.
Partai National League for Democracy (NLD) memberikan keterangan tertulis di halaman Facebook resminya pada Rabu (3/2/2021).
Seperti diketahui, kondisi politik Myanmar tengah kacau balau.
Mengutip SCMP, pada Senin (1/2/2021), tentara Myanmar merebut kekuasaan pemerintah dan menahan Suu Kyi serta beberapa petinggi lainnya.
Baca juga: Buntut Kudeta Myanmar: Warga Sipil Demo Pakai Panci, Akses Facebook Diblokir Militer
Baca juga: PBB: Tuduhan terhadap Suu Kyi Hanya Semakin Merusak Aturan Hukum dan Proses Demokrasi di Myanmar
Dalam penggeledahan yang dilakukan aparat berwenang di rumah Suu Kyi di Ibu Kota Naypyidaw, ditemukan radio walkie-talkie.
Dikatakan, radio walkie-talkie tersebut diimpor secara ilegal dan digunakan tanpa izin dan hal ini melanggar undang-undang ekspor impor Myanmar.
Dengan tuduhan tersebut, hukuman yang mungkin akan diterima Suu Kyi maksimal dua tahun penjara.
Dokumen menunjukkan, walkie-talkie ilegal tersebut digunakan oleh pengawal Suu Kyi.
"Kami mendapat informasi yang dapat dipercaya bahwa pengadilan Dakhinathiri telah memberikan hukuman 14 hari, dari 1 Februari hingga 15 Februari 2021 terhadap Daw Aung San Suu Kyi dengan tuduhan melanggar undang-undang impor/ekspor," kata Kyi Toe, petugas pers Suu Kyi.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Tak Merasa Prihatin pada Aung San Suu Kyi Terkait Kudeta Militer di Myanmar
Presiden Win Myint Didakwa Langgar UU Manajemen Bencana
Sementara itu, dokumen terpisah menunjukkan Presiden Win Myint yang digulingkan, didakwa karena melanggar Undang-Undang Manajemen Bencana atas rapat umum kampanye pemilu yang menurut polisi melanggar pembatasan Covid-19.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan pada Rabu (3/2/2021) bahwa pemimpin baru Myanmar Min Aung Hlaing tengah merencanakan penyelidikan atas dugaan penipuan dalam pemilihan tahun lalu dan juga akan memprioritaskan wabah Covid-19 dan ekonomi.
Global New Light of Myanmar menambahkan, Min Aung Hlaing mengumumkan langkah tersebut pada Selasa (2/2/2021) pada pertemuan pertama pemerintahan barunya di Ibu Kota.
Militer mengatakan, satu di antara alasannya menggulingkan pemerintah sipil terpilih, Suu Kyi adalah karena mereka gagal menyelidiki tuduhannya atas dugaan penyimpangan pemilu yang meluas.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) negara bagian menyatakan, empat hari sebelum pengambilalihan militer, tidak ada masalah berarti dengan pemungutan suara.
Militer telah mengumumkan akan memegang kekuasaan dalam keadaan darurat selama setahun.
Kemudian setelah itu, militer akan mengadakan pemilihan yang pemenangnya lantas mengambil alih pemerintahan.
Baca juga: China Dituduh Dalangi Kudeta Militer di Myanmar
Kudeta Myanmar 2021
Sebelum aksi kudeta militer, Myanmar menunjukkan kemajuan menuju demokrasi.
Peristiwa ini pun menjadi sorotan sejauh mana para jenderal pada akhirnya mempertahankan kendali di negara Asia Tenggara tersebut.
Pengambilalihan tersebut juga menandai kejatuhan yang mengejutkan dari kekuasaan untuk Suu Kyi, seorang penerima Hadiah Nobel Perdamaian.
Suu Kyi dikenal sebagai sosok yang telah hidup dalam tahanan rumah antara tahun 1989 dan 2010, ketika dia mencoba untuk mendorong negaranya menuju demokrasi dan kemudian menjadi pemimpin de facto setelah partainya memenangkan pemilihan di 2015.
Dalam tahanan, Suu Kyi telah menjadi kritikus militer yang sengit selama bertahun-tahun.
Tetapi setelah peralihannya dari ikon demokrasi menjadi politisi, dia bekerja dengan para jenderal dan bahkan membela tindakan keras mereka terhadap Muslim Rohingya dan merusak reputasi internasionalnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)