News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Myanmar Memanas, Polisi Bentrok dengan Demonstran Penentang Kudeta Militer

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah kendaraan polisi menembakkan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Naypyidaw pada 8 Februari 2021

Militer memiliki catatan kebrutalan dalam menghancurkan pemberontakan masa lalu serta dalam memerangi etnis minoritas di daerah perbatasan yang mencari penentuan nasib sendiri.

Militer juga telah dituduh melakukan genosida dalam kampanye kontrainsurgensi 2017 yang mendorong lebih dari 700.000 anggota minoritas Rohingya melintasi perbatasan untuk mencari keselamatan di Bangladesh.

Media negara untuk pertama kalinya pada Senin (8/2/2021) menyebut aksi protes tersebut membahayakan stabilitas negara.

Para pengunjuk rasa mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 8 Februari 2021. (YE AUNG THU/AF)

"Demokrasi dapat dihancurkan jika tidak ada disiplin," demikian pernyataan dari Kementerian Penerangan, yang dibacakan di stasiun televisi negara MRTV.

"Kita harus mengambil tindakan hukum untuk mencegah tindakan yang melanggar stabilitas negara, keselamatan publik dan aturan hukum."

Namun, komandan militer yang memimpin kudeta dan sekarang pemimpin Myanmar tidak menyebutkan kerusuhan dalam pidato yang disiarkan televisi selama 20 menit Senin malam. Ini pidato perdananya kepada publik sejak pengambilalihan kekuasaan.

Gelombang demonstrasi ini adalah pembangkangan yang berkembang sangat mencolok di negara di mana demonstrasi pada masa lalu telah dipenuhi dengan kekuatan dan merupakan pengingat gerakan sebelumnya di negara Asia Tenggara itu, perjuangan panjang dan berdarah untuk demokrasi.

Militer menggunakan kekuatan mematikan untuk melawan demonstrasi besar-besaran tahun 1988 melawan kediktatoran militer dan pemberontakan tahun 2007 yang dipimpin oleh para biksu Buddha.

Dekrit yang dikeluarkan Senin (8/2/2021) malam untuk beberapa daerah di Yangon dan Mandalay melarang unjuk rasa dan pertemuan lebih dari lima orang, dan  memberlakukan jam malam pukul 20.00 hingga 04.00 pagi. Tidak diketahui persis apakah regulasi telah diberlakukan untuk daerah lain.

Mayjen Senior Min Aung Hlaing justru mengulangi klaim tentang kecurangan pemungutan suara yang telah menjadi pembenaran pengambilalihan kekuasaan oleh militer, meskipun tuduhan itu dibantah oleh komisi pemilihan umum.

Dia menambahkan bahwa junta militer  akan mengadakan pemilihan umum baru seperti yang dijanjikan dalam waktu setahun dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang. 

Ia juga menjelaskan target kebijakan pemerintahan junta militer adalah melakukan pengendalian Covid-19 dan mengatasi krisis ekonomi.(AP/Reuters/AFP)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini