TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Militer Myanmar mengelurakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cyber, Rabu (10/2/2021), Channel News Asia melaporkan.
RUU tersebut diketahui mengatur tentang pembatasan hingga pemutusan akses internet, dan perizinan pemblokiran konten yang tidak disukai junta Militer Myanmar.
RUU yang diuraikan dalam 36 halaman itu rencananya akan diusulkan terlebih dahulu kepada penyedia layanan seluler (provider) dan pemegang lisensi telekomunikasi untuk dimintakan masukkan.
Adapun aturan-aturan dalam RUU tersebut mendapatkan tanggapan dari sekelompok organisasi masyarakat sipil setempat.
RUU oleh junta dianggap akan melanggar hak asasi manusia (HAM), termasuk hak kebebasan berkespresi, perlindungan data dan privasi.
Selain itu, dengan ada RUU Cyber yang baru, prinsip demokrasi dan hak-hak warga di ruang online juga dianggap telah dilanggar.
Baca juga: Masuki Hari Keenam, Gelombang Unjuk Rasa dan Mogok Kerja di Myanmar Terus Bertambah
"Apa yang disebut RUU itu termasuk klausul yang melanggar hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, perlindungan data dan privasi."
"Serta prinsip demokrasi dan hak asasi manusia lainnya di ruang online," kata pernyataan yang ditandatangani oleh lebih dari 150 organisasi.
Lebih lanjut, kantor berita Reuters telah melakukan peninjauan pada salinan RUU yang akan diusulkan.
Dalam RUU tertulis bahwa penerbitan aturan baru tersebut bertujuan untuk melindungi publik dan mencegah kejahatan.
Karena penggunaan teknologi elekrtronik yang membahayakan dianggap dapat merugikan negara serta stabilitasnya.
Untuk itu, junta ingin menjalin kerjasama dengan provider yang nantinya bertugas mencegah atau menghapus konten yang dianggap menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan, menjadi berita atau rumor yang tidak benar (hoaks) atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar, seperti pornografi.
Di sisi lain, juru bicara perusahaan internet Myanmar Net dan operator seluler Telenor mengatakan mereka tidak mengetahui tentang RUU yang diusulkan junta.
Sebagai informasi, beberapa hari setelah merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, penguasa militer Myanmar melakukan pemblokiran pada akses Facebook, Twitter dan platform media sosial lainnya, Sabtu (6/2/2021).