TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia membantah ada rencana aksi yang diusulkan ASEAN agar junta militer Myanmar menggelar pemilihan umum ulang.
Bantahan sekaligus klarifikasi ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah, Selasa (23/2), menyusul aksi protes sejumlah orang di depan Kedutaan Besar RI di Yangon, Myanmar, kemarin.
Massa pendemo terpicu oleh laporan kantor berita Reuters bahwa Indonesia mendukung junta militer Myanmar melaksanakan pemilihan umum ulang. Reuters mengutip tiga sumber anonim, yang dikatakannya mengetahui tentang rencana aksi tersebut.
Massa menolak rencana aksi yang dilaporkan Reuters tersebut.
Baca juga: Malaysia Deportasi Lebih dari 1.000 Warga Negara Myanmar
‘Kami tidak butuh pemilihan umum ulang. Jika dilakukan, artinya kami setuju dengan junta. Pemilu sudah berlangsung November, dan kami menerimanya,” ujar seorang pendemo, seperti dikutip Nikkei Asia.
Baca juga: Amerika Serikat Jatuhkan Sanksi kepada Dua Jenderal Myanmar
Menlu RI, Retno Marsudi, telah melakukan serangkaian pertemuan dengan beberapa Menlu di ASEAN terkait situasi di Myanmar.
“Jadi apa yang dituliskan sebagai plan of action (rencana aksi), pada kesempatan kali ini saya secara tegas membantah adanya plan of action, karena faktanya adalah saat ini adalah kesempatan Menlu (RI) untuk menyamakan persepsi dan mengumpulkan pandangan dari Menlu asean lainnya sebelum pertemuan special menlu se-ASEAN dilakukan,” kata Faizasyah, kemarin.
Baca juga: KBRI Yangon Dikepung Demonstran Myanmar, Kemlu RI Duga Ada Kesalahpahaman
“Jadi itu pokok permasalahan. Karena adanya kesalahpahaman dari pemberitaan tersebut maka hari ini terjadi demonstrasi di depan KBRI Yangon,” lanjutnya.
Jubir menegaskan, posisi Indonesia sudah jelas, tidak berubah, dan masih tetap sama sedari awal menyikapi perkembangan politik di Myanmar.
Indonesia khawatir dengan perkembangan politik di Myanmar dan mengimbau negara itu menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam piagam ASEAN untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan pemerintahan yang baik dan supremasi hukum, mempromosikan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Indonesia juga menggarisbawahi bahwa perselisihan-perselisihan terkait hasil pemilu kiranya dapat dilakukan lewat mekanisme hukum yang tersedia.
Indonesia mendesak semua pihak menahan diri dan mengedepankan dialog dalam mencari jalan keluar dari berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, sehingga tidak makin memperburuk situasi di Myanmar.
“Jadi yang ingin kita garis bawahi setelah mengeluarkan statement terkait perkembangan politik di Myanmar, posisi nasional Indonesia tidak berubah, tidak ada pergeseran apapun. Dan ini dipertegas setelah Presiden Indonesia bertemu dengan PM Malaysia yang meminta agar adanya satu pertemuan Menlu se-ASEAN, atau bisa disebut special meeting,” ujarnya.
Jubir mengatakan proses menyamakan pandangan dan melakukan konsultasi tersebut masih terus berjalan, sehingga belum ada rencana aksi tertentu dan tidak ada pergeseran posisi Indonesia dalam menyikapi situasi politik Myanmar.
“Dengan demikian terlalu dini jika dari rencana tersebut sudah ada aksi yang salah satunya menyebutkan bahwa seakan-akan (RI) mendukung adanya satu proses pemilu baru di Myanmar. Itu bukan sama sekali posisi Indonesia,” tegasnya.
Jubir menyebut bahwa Menlu Retno merencanakan kunjungan lainnya dalam beberapa waktu kedepan, salah satunya melakukan kunjungan ke Thailand dalam waktu dekat. (Tribun Network/Larasati Dyah Utami/sam)