TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Israel dan Hizbullah telah berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata pekan lalu.
Gencatan senjata ini memungkinkannya dihentikan perang Israel dan Hizbullah di Lebanon selama 6 bulan ke depan.
Namun di tengah gencatan senjata itu, justru Suriah yang kini memanas di ambang perang.
Suriah, wilayah di Timur Tengah, itu merupakan negara yang dulunya pernah dilanda perang saudara.
Negara di Asia Barat ini berbatasan dengan Laut Mediterania di barat, Turki di utara, Irak di timur dan tenggara, Yordania di selatan serta Israel, Palestina, dan Lebanon di barat daya.
Iran Tuduh Israel Memulai Lagi Perang di Suriah
Setelah jeda selama lima tahun, kekerasan kembali muncul di Suriah dengan serangkaian serangan yang dimulai pada hari Rabu (27/11/2024) lalu.
Laporan dan bukti menunjukkan serangan tersebut didukung oleh Turki dan Israel, demikian media Iran Tehran Times melaporkan kemarin.
Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan faksi-faksi pemberontak bersenjata yang bermarkas di pedesaan Idlib dan Latakia mulai menyerang wilayah Aleppo di barat laut segera setelah gencatan senjata diberlakukan antara gerakan Perlawanan Hizbullah Lebanon dan Israel.
Laporan-laporan mengatakan para kelompok besenjata itu ini telah menguasai sekitar 40 persen wilayah Aleppo.
Sementara tentara Suriah tampaknya terkejut oleh serangan-serangan mendadak yang seharusnya tidak terjadi berdasarkan Proses Perdamaian Astana.
Foto-foto dan rekaman yang diterbitkan oleh para teroris menunjukkan sebagian besar dari mereka bahkan bukan warga Suriah, ada pejuang dari Uzbekistan, Cina, dan bahkan Ukraina yang bergabung dengan HTS yang dipimpin oleh tokoh yang terkait dengan Al-Qaeda.
Duduk Perkara
Serangan pemberontak di Suriah adalah bagian dari rencana AS-Israel untuk mengganggu stabilitas kawasan.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov melalui panggilan telepon pada hari Sabtu seperti dikutip dari JPost.