TRIBUNNEWS.COM, SWISS – Pemerintah Swiss menggelar referendum nasional untuk membahas larangan penutup wajah di depan umum pada Minggu (7/3/2021)
“Di Swiss, tradisi kami adalah menunjukkan wajah Anda. Itu adalah tanda kebebasan dasar kami," kata Walter Wobmann, ketua komite referendum dan anggota parlemen untuk Partai Rakyat Swiss sebelum pemungutan suara seperti yang dilaporkan Reuters, Minggu (7/3/2021).
Parlemen melakukan pemungutan suara pada hari Minggu dalam referendum yang mengikat yang dipandang sebagai sikap terhadap Muslim.
Proposal di bawah sistem demokrasi langsung Swiss tidak menyebutkan Islam secara langsung dan menyebut itu bertujuan untuk menghentikan pengunjuk rasa jalanan yang menggunakan topeng.
Baca juga: Pria Bercadar Diamankan, Nyamar Jadi Wanita demi Cari Pacar Laki-laki, Sempat Goda Calon Polisi
Namun politisi lokal, media dan juru kampanye telah menjulukinya sebagai larangan burqa atau cadar.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa tindakan itu bisa lolos dan larangan tersebut akan menjadi undang-undang di Swiss.
Wobmann juga menyebut penutup wajah atau cadar sebagai "simbol Islam politik ekstrim yang telah menjadi semakin menonjol di Eropa dan tidak memiliki tempat di Swiss".
Proposal larangan cadar diajukan sebelum pandemi COVID-19. Namun pandemi pada akhirnya memaksa semua orang memakai penutup wajah atau masker untuk mencegah penyebaran infeksi.
Proposal itu juga memperparah hubungan Swiss yang tegang dengan Islam, setelah sebelumnya warganya melarang pembangunan masjid baru di tahun 2009.
Dua kanton atau 2 negara bagian di Swiss bahkan sudah memiliki larangan lokal untuk menggunakan cadar.
Sebelumnya, poster kampanye bertuliskan "Hentikan Islam Radikal!" dan "Hentikan Ekstremisme!" yang menampilkan seorang wanita dengan cadar hitam telah terpampang di sejumlah kota di Swiss.
Papan iklan itu merupakan bagian dari kampanye Partai Rakyat Swiss (SVP) yang merupakan partai sayap kanan.