TRIBUNNEWS.COM, YANGON — Aparat keamanan Myanmar mengepung dan menggerebek kompleks pekerja kereta api yang melakukan mogok kerja untuk menentang junta militer pada Rabu (10/3/2021).
Seperti dilansir Reuters, Rabu (10/3/2021), para pekerja kereta api di Yangon adalah bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang telah melumpuhkan bisnis pemerintah.
Gerakan ini mendorong pemogokan di bank, pabrik, dan toko sejak militer mengambil-alih pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 1 Februari.
Aparat keamanan telah menindak dengan meningkatnya kekuatan menghadapi aksi protes harian.
Lebih dari 60 demonstran telah tewas dan 1.900 orang telah ditangkap sejak kudeta, demikian laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok advokasi.
Rekaman video yang diposting di media sosial menunjukkan aparat keamanan di dekat kompleks pekerja kereta api.
Satu orang yang terlibat aksi mogok kerja mengatakan melalui telepon, mereka takut tindakan kekerasan yang akan segera terjadi.
"Saya pikir mereka akan menangkap kami. Tolong bantu kami," kata orang tersebut, yang meminta untuk diidentifikasi hanya sebagai Ma Su daripada nama lengkapnya.
Baca juga: Pengakuan Polisi Myanmar yang Lari Ke India: Perintah Junta Tembak Sampai Mereka Mati
Dalam siaran langsung Facebook dari area tersebut orang-orang melantunkan: "Apakah kita pekerja bersatu? Ya, kami bersatu."
Dalam siaran langsung tersebut, seorang komentator mengklaim polisi berusaha membongkar barikade dan mengancam akan menembak mereka.
Detil tak bisa diverifikasi secara independen. Polisi dan pejabat angkatan darat tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar terkait peristiwa tersebut.
Di kota kedua Myanmar, Mandalay, para demonstran menggelar aksi protes pada hari Rabu, melantunkan: "Resolusi itu harus menang".
Pada hari Selasa, Zaw Myat Linn, seorang pejabat dari Liga Nasional untuk Demokrasi, partai yang dipimpin Suu Kyi (NLD), meninggal dalam tahanan setelah dia ditangkap.
Dia adalah tokoh kedua NLD yang meninggal dalam tahanan.
"Dia telah berpartisipasi terus menerus dalam aksi protes," kata Ba Myo Thein, anggota majelis tinggi parlemen yang dibubarkan. Penyebab kematiannya tidak jelas.
Dalam siaran langsung Facebook sebelum dia ditahan, Zaw Myat Linn mendesak orang-orang untuk terus melawan militer, "bahkan jika itu adalah hidup kita".(Reuters)