Kesenjangan tersebut telah menarik perhatian pada ketimpangan dalam distribusi vaksin secara global, antara negara kaya dan negara miskin.
Pejabat PBB dan kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan bahwa Israel adalah memiliki tanggung jawab untuk melakukan vaksinasi terhadap para penduduk Palestina.
Namun Israel menegaskan, di bawah kesepakatan perdamaian sementara, mereka tidak memiliki tanggung jawab seperti itu.
Kendati demikian, dalam beberapa pekan terakhir, negara zionis itu telah melakukan inokulasi terhadap lebih dari 100.000 pekerja Palestina di Tepi Barat yang memiliki izin untuk bekerja di dalam wilayah Israel dan pemukiman Tepi Barat.
Vaksin Pfizer dan AstraZeneca merupakan yang pertama didistribusikan oleh COVAX di wilayah Palestina.
Di sebuah klinik Kota Gaza, lima pekerja WHO dan lima pekerja medis lokal menjadi yang pertama diinokulasi dengan dosis dari donasi COVAX.
Seperti yang disampaikan Kepala Kantor WHO di Gaza, Sacha Bootsma yang menerima suntikan vaksin pertama di acara tersebut.
"Kami sangat bangga berada di sini hari ini bersama rekan-rekan kami yang terhormat untuk mempromosikan kedatangan pertama vaksin melalui inisiatif COVAX," kata Bootsma.
Ia menambahkan bahwa pengiriman batch kedua sebanyak 57.600 vaksin AstraZeneca pun diharapkan akan dikirim ke Gaza pada akhir April mendatang.
Beberapa negara Eropa telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap keamanan tentang vaksin AstraZeneca.
Namun negara-negara besar, termasuk Prancis, Italia dan Jerman, telah kembali menggunakan vaksin itu.
Sementara otoritas Palestina juga telah menyetujui penggunaannya.
Bootsma mencatat bahwa baik vaksin Pfizer maupun AstraZeneca, telah divalidasi secara global oleh WHO melalui proses yang sangat panjang dan ketat.
Seorang pejabat Kemenkes Palestina Dr. Majdi Dhair mengatakan bahwa sejauh ini hanya 11.200 dari 2 juta penduduk Gaza yang telah disuntik.