TRIBUNNEWS.COM - Tindakan keras pascakudeta Myanmar telah menewaskan lebih dari 300 jiwa.
Terbaru, sekitar 34 nyawa menjadi korban dalam tindakan keras pasukanan keamanan terhadap protes anti-kudeta.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), yang melacak kematian dan penangkapan, mengatakan dalam laporan terbarunya pada Kamis (25/3/2021).
Dilansir Al Jazeera, AAPP mengatakan telah mendokumentasikan kematian tambahan di seluruh Myanmar termasuk Yangon, kota terbesar dan daerah etnis minoritas di perbatasan negara itu.
Di Mandalay, kota terbesar kedua di negara Myanmar, organisasi itu mengatakan seorang anak berusia 16 tahun tewas setelah ditembak di punggung dan beberapa ambulans juga ditembakkan.
Baca juga: Serangan Bom Molotov di Markas Partai Aung San Suu Kyi di Myanmar
Baca juga: Lagi, Sembilan Demonstran di Myanmar Tewas, Inggris dan AS Jatuhkan Sanksi pada Bisnis Militer
AAPP menambahkan, jumlah sebenarnya dari mereka yang terbunuh kemungkinan besar jauh lebih tinggi.
"Kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan setiap hari," katanya.
AAPP menuturkan, tidak mungkin untuk memverifikasi insiden satu per satu.
Tindakan keras militer telah menimbulkan kemarahan dan memicu beberapa sanksi dari negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat.
Baca juga: Markas NLD Aung San Suu Kyi di Yangon Myanmar Dilempar Bom Molotov, Sebabkan Kebakaran
AS pada Kamis (23/3/2021) mengecam para jenderal atas kekerasan mereka setelah seorang gadis berusia 7 tahun tewas minggu ini, korban termuda dari tindakan keras tersebut .
"Tindakan yang menjijikkan dan brutal terhadap anak-anak ini, satu dari usia tujuh tahun yang ditembak dan dibunuh di rumahnya saat duduk di pangkuan ayahnya," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, dalam pernyataan.
Price mengatakan, tindakan ini lebih jauh menunjukkan sifat mengerikan dari serangan rezim militer Burma terhadap rakyatnya sendiri dan sama sekali tidak menghiraukannya.
Militer membantah menggunakan kekuatan yang berlebihan dan mengatakan bahwa tindakannya telah memenuhi norma internasional dalam menghadapi situasi yang dikatakannya sebagai ancaman bagi keamanan nasional.
Pada Selasa (23/3/2021), seorang juru bicara militer mengatakan 164 pengunjuk rasa dan sembilan anggota pasukan keamanan telah tewas.
Baca juga: Bertemu Menlu Retno, Menlu Singapura Bahas Investasi Hingga Kudeta Myanmar