TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Jumlah korban tewas terus bertambah hingga Selasa (30/3/2021), sudah lebih dari 500 orang sejak kudeta 1 Februari lalu.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (30/3/2021), dari 14 warga sipil yang tewas di Myanmar pada Senin (29/3/2021), Asosiasi Bantuan hukum untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya delapan berada di distrik Dagon Selatan Yangon.
Televisi pemerintah mengatakan aparat keamanan menggunakan "senjata anti huru-hara" untuk membubarkan kerumunan para demonstran anti kudeta yang disebut sebagai “teroris kekerasan" dan satu orang terluka.
Baca juga: AS akan Menyetop Perdagangan Diplomatik dengan Myanmar sampai Kudeta Dicabut
Aparat keamanan di daerah itu menembakkan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya pada hari Senin untuk membersihkan barikade kantong pasir, kata para saksi mata.
Tidak terlihat jelas jenis senjata apa yang digunakan.
Seorang warga Dagon Selatan pada Selasa mengatakan lebih banyak tembakan dapat terdengar di daerah itu dalam semalam, dan meningkatkan kekhawatiran akan lebih banyak korban jatuh.
Polisi dan seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan menanggapi insiden tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak para jenderal Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan penindasan demonstrasi.
Dalam taktik baru, para demonstran berusaha untuk meningkatkan kampanye pembangkangan sipil pada hari Selasa dengan meminta warga membuang sampah ke jalan-jalan di persimpangan jalan utama.
"Pemogokan sampah ini merupakan aksi mogok untuk menentang junta," tulisan dalam sebuah poster di media sosial.
Baca juga: Thailand Bersiap Hadapi Potensi Eksodus Pengungsi dari Myanmar
Langkah itu datang dalam ajakan pembangkangan yang disampaikan melalui pengeras suara di beberapa lingkungan Yangon pada hari Senin mendesak penduduk untuk membuang sampah dengan benar.
Ribuan Orang Melarikan Diri ke Thailand
Sekira 3.000 penduduk desa di negara bagian Karen, tenggara Myanmar melarikan diri ke Thailand pada Minggu (28/3/2021) menyusul serangan udara oleh militer di daerah yang dipegang oleh kelompok Persatuan Nasional Karen (KNU), kelompok etnis bersenjata.
Seperti dilansir Reuters, Senin (29/3/2021), militer Myanmar melancarkan serangan udara di lima wilayah di distrik Mutraw, dekat perbatasan, termasuk kamp perpindahan, kata Organisasi Perempuan Karen.