Diperkirakan sepertiga wilayah Myanmar, sebagian besar di wilayah perbatasannya, dikuasai oleh segudang kelompok pemberontak yang memiliki milisi sendiri.
KNU dengan lantang mengutuk kudeta militer, dan mengatakan mereka melindungi setidaknya 2.000 pembangkang antikudeta yang melarikan diri dari pusat kerusuhan di perkotaan.
Seruan Kampanye Tak Bayar Listrik hingga Larang Anak-anak Bersekolah
Para aktivis antikudeta militer Myanmar menyerukan kepada orang-orang untuk berhenti membayar tagihan listrik, pinjaman pertanian, dan melarang anak-anak bersekolah.
Dikutip dari Channel News Asia, kampanye tersebut tersebar di kota-kota besar Myanmar pada Senin (26/4/2021).
Para aktivis pro-demokrasi itu menegaskan, mereka tidak akan berpartisipasi dan bekerja sama dalam sistem pemerintahan junta militer.
"Kita semua, orang-orang di kota-kota kecil, kelurahan dan kemudian daerah dan negara bagian harus bekerja sama untuk melakukan boikot yang berhasil terhadap junta militer," kata aktivis Khant Wai Phyo dalam pidatonya di sebuah protes di pusat Kota Monywa.
"Kami tidak berpartisipasi dalam sistem mereka, kami tidak bekerja sama dengan mereka," sambung Khant Wai Phyo.
Selanjutnya, para aktivis juga mencemooh janji Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada KTT ASEAN di Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Menurut para aktivis, junta tidak tunduk pada seruan pembebasan tahanan politik termasuk pemerintah sipil yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Mereka pun menyayangkan dalam lima konsensus KTT ASEAN tidak menyinggung tentang tahanan politik secara spesifik.
Perjanjian tersebut hanya menyebutkan bahwa ASEAN mendukung seruan pembebasan Myanmar, tetapi tidak menentukan tenggat untuk mengakhiri krisis.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)