TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau junta Myanmar pada Selasa (27/4/2021) mengajukan sejumlah persyaratan untuk mewujudkan permintaan ASEAN.
Permintaan ASEAN yang dimaksud, yakni lima konsensus hasil dari KTT ASEAN di Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Lima konsensus tersebut meliputi soal penghentian krisis di Myanmar yang terjadi sejak kudeta Aung San Suu Kyi, 1 Februari 2021.
Adapun persyaratan yang diajukan junta, di antaranya sebelum kekerasan dihentikan negara harus sudah dalam kondisi stabil terlebih dahulu.
Selain itu, Dewan Administrasi Negara Myanmar, sebagaimana junta menyebut dirinya, akan mempertimbangkan lima konsensus jika ASEAN mau memfasilitasinya.
Baca juga: Menlu Jepang Sambut Baik Konsensus Pemimpin ASEAN Mengenai Myanmar
Dikutip dari Channel News Asia, juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan kepada AFP bahwa rezim merasa puas dengan hasil KTT ASEAN.
Sebab mereka dapat menjelaskan situasi sebenarnya yang terjadi di Myanmar kepada para pemimpin ASEAN.
Namun, para pengamat mempertanyakan pengaruh diplomatik ASEAN dalam penghentikan krisis di Myanmar.
Mantan duta besar Amerika Serikat untuk Myanmar, Scot Marciel memperingatkan bahwa tanggapan junta terhadap KTT ASEAN menunjukkan pertanda buruk.
"ASEAN tidak bisa berkutat di sini, karena junta tampak tidak menepati kesepakatan yang dicapai pada Sabtu (24/4/2021)," tulis Marciel dalam sebuah cuitan.
"Harus ada tindak lanjut yang mendesak, dan biaya (denda) yang dikenakan pada junta untuk penundaan."
"Tidak ada seorang pun di Myanmar yang mempercayai Tatmadaw (Angkatan Bersenjata Myanmar)," sambung Marciel.
Tindak Kekerasan Masih Berlanjut
Dua hari setelah KTT ASEAN, seorang pemilik kedai teh di Mandalay, yang merupakan titik kerusuhan, ditembak mati di tengah aksi protes yang sedang berlangsung.