TRIBUNNEWS.COM - Kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris, Amnesty International berharap kepada pihak berwenang Israel untuk segera menghentikan penggusuran paksa warga Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.
Permintaan ini diunggah pada akun twitter @Amnesty International, Rabu (12/5/2021).
Dalam unggahan lainnya, Amnesty International juga menuliskan ada anggotanya yang sedang berada di lapangan.
Tulisan itu menjelaskan bagaimana kesaksian Amnesty International saat melihat tindakan pasukan Israel yang dinilai berlebihan terhadap pengunjuk rasa dan pengamat Palestina.
"Israel harus mengakhiri penggunaan kekuatan yang melanggar hukum dan penggusuran paksa warga Palestina."
Baca juga: Korban Tewas Capai 35 Jiwa, Termasuk Anak-anak saat Israel Bombardir Gedung-gedung di Gaza
Baca juga: Bersuara atas Serangan Israel, Bella Hadid: Saya Berdiri Bersama Palestina
"Berada di lapangan dan menyaksikan pasukan Israel menggunakan kekuatan yang berlebihan terhadap pengunjuk rasa dan pengamat," tulisnya.
Amnesty International telah mengumpulkan bukti-bukti yang mengungkapkan tindakan mengerikan dari pasukan Israel.
Bukti-bukti tersebut yakni berupa tindak kekerasan secara sengaja kepada pengunjuk rasa Palestina.
Beberapa dari warga Palestina termasuk para pengamat atau jamaah yang melakukan sholat Ramadhan ditemukan terluka dalam insiden tersebut.
"Bukti yang telah kami kumpulkan mengungkapkan pola mengerikan dari pasukan Israel yang menggunakan kekerasan."
"Dan kekerasan secara sengaja terhadap pengunjuk rasa Palestina, yang sebagian besar damai dalam beberapa hari terakhir."
Baca juga: Bantu Korban Palestina, Fadil Jaidi Berhasil Kumpulkan Dana Rp 1 Miliar Dalam 3 Jam
"Beberapa dari mereka yang terluka dalam kekerasan di Yerusalem Timur termasuk para pengamat atau jamaah yang melakukan sholat Ramadhan," lanjut akun tersebut.
Sebelumnya, kelompok hak asasi Internasional ini menuliskan kekuatan yang dikerahkan pasukan Israel dinilai tidak proporsional dan melanggar hukum.
"Pasukan Israel telah berulang kali mengerahkan kekuatan yang tidak proporsional dan melanggar hukum," tulis Amnesty International, Senin (10/5/2021).
Dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (12/5/2021), Sheikh Jarrah, lingkungan kecil di Yerusalem Timur, telah menjadi pusat bentrokan warga Palestina dengan polisi Israel dan ekstremis Yahudi.
Militer Israel meluncurkan serangan udara baru di Jalur Gaza yang terkepung pada Selasa pagi (11/5/2021) waktu setempat.
Serangan tersebut menargetkan beberapa daerah setelah tembakan roket dilancarkan dari daerah kantong tersebut.
Kejadian ini berlangsung beberapa jam seusai puluhan warga Palestina, termasuk sembilan anak di antaranya tewas dalam serangan udara Israel Senin malam (10/5/2021).
Tembakan roket terjadi setelah penguasa Gaza, Hamas mengeluarkan ultimatum yang menuntut Israel mundur dari pasukan keamanannya dari kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki setelah beberapa hari kekerasan terhadap Palestina.
Polisi Israel menyerbu kompleks tersebut pada Senin (10/5/2021) tiga berturut-turut.
Israel dilaporkan menembakkan peluru baja berlapis karet, granat kejut, dan gas air mata ke jemaah Palestina di dalam masjid pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan.
Lebih dari 700 warga Palestina terluka di Yerusalem dan diseluruh Tepi Barat yang diduduki selama 24 jam terakhir.
Alasan Sheikh Jarrah Jadi Lokasi Konflik
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (12/5/2021) sebagian besar warga Sheikh Jarrah adalah orang Palestina.
Namun, bagi Israel, wilayah itu merupakan lokasi suatu tempat suci karena terdapat makam seorang imam agung Yahudi.
Warga Palestina khawatir mereka akan diusir dari lingkungan itu, apalagi saat Mahkamah Agung Israel akan menggelar sidang soal sengketa hukum wilayah tersebut pada Senin pekan depan.
Juru bicara Komisi PBB urusan Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pengusiran, bila diputuskan dan dilaksanakan, akan melanggar kewajiban Israel di muka hukum internasional atas wilayah Yerusalem Timur yang direbut dan didudukinya, bersama dengan Tepi Barat, dari Jordania pada 1967.
"Kami menyerukan Israel untuk segera menghentikan semua pengusiran paksa, termasuk mereka yang tinggal di Sheikh Jarrah, dan menghentikan setiap kegiatan yang akan menimbulkan suasana yang koersif dan mengarah kepada alih kepemilikan paksa," kata juru bicara Komisi HAM PBB, Rupert Colville pada Jumat.
Diketahui, Israel menduduki Yerusalem Timur sejak Perang Timur Tengah 1967.
Walau tidak diakui sebagian besar masyarakat internasional, Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Sementara Palestina menyatakan Yerusalem Timur menjadi ibu kotanya masa depan, sebagai negara yang independen.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Andari Wulan Nugrahani)(Kompas.com/Aditya Jaya Iswara)