TRIBUNNEWS.COM - Mohammad Qadada mengaku syok ketika gedung 13 lantai yang menampung perusahan teknologi rintisannya hancur dan rata dengan tanah, Selasa (11/5/2021) dalam serangan udara tanpa henti yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza yang terkepung.
Selama beberapa hari belakangan, jet tempur Israel menargetkan bangunan penting di jantung kota Gaza.
Serangan udara Israel setidaknya meratakan tiga bangunan tinggi Gaza.
Hanadi, satu di antara menara yang dipakai sebagai apartemen hunian dan perkantoran komersial, termasuk Qadada's Planet for Digital Solutions adalah salah satunya.
Baca juga: Tank-tank Israel Mulai Serang Jalur Gaza
Baca juga: Israel Masih Serang Jalur Gaza, 119 Warga Palestina Termasuk Anak-anak Tewas dan 830 Orang Terluka
Menurut sumber lokal, pesawat pengintai tak berawak Israel menargetkan Hanadi dengan beberapa rudal peringatan sebelum dihancurkan oleh jet tempur yang menyebabkan kerusakan material parah di lingkungan kelas atas Rimal.
"Penjaga gedung mengatakan kepada saya hari itu dia menerima panggilan telepon dari pihak Israel, menyuruhnya untuk mengevakuasi gedung dalam waktu dua jam," kata Qadada kepada Al Jazeera.
"Kami tidak berhasil mengevakuasi peralatan perusahaan kami," kata pria berusia 31 tahun itu.
"Kami memutuskan untuk tidak mengambil risiko dan masuk ke dalam gedung. Waktu sangat terbatas dan orang-orang di sekitar pemukiman sangat takut."
Qadada mendirikan Planet for Digital Solutions pada 2017 dan mengembangkan perusahaan yang mempekerjakan 30 orang.
"Sejak menargetkan dan meratakan bangunan, pertanyaan tentang 'mengapa' tidak pernah lepas dari benak saya. Mengapa itu ditargetkan?," kata Qadada.
"Staf dan saya, kita semua, berada dalam kondisi syok kolektif."
Israel mengatakan gedung-gedung itu menjadi sasaran karena mereka digunakan sebagian untuk memerangi faksi-faksi di Gaza, dengan alasan bahwa ini membuat mereka menjadi target yang "sah".
Namun Qadada mengatakan serangan itu meningkatkan penderitaan warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza dengan melemahkan ekonominya yang sudah hancur dan mengambil mata pencaharian.
"Pemuda di sini berjuang untuk mendapatkan kesempatan kerja yang stabil, tetapi dalam sekejap kami kehilangan segalanya," katanya.