TRIBUNNEWS.COM - Varian virus corona (COVID-19) B1617 yang pertama kali terdeteksi di India telah menyebar ke beberapa negara, Channel News Asia melaporkan.
Varian B1617 telah ditemukan pada laporan kasus harian di delapan negara di benua Amerika, termasuk Kanada dan Amerika Serikat, kata Jairo Mendez, seorang ahli penyakit menular WHO.
Orang yang terinfeksi oleh varian tersebut termasuk pelancong di Panama dan Argentina yang datang dari India atau Eropa.
Di Karibia, kasus varian B1617 telah terdeteksi di Aruba, St Maarten Belanda dan departemen Guadeloupe Prancis.
Strain mutan juga telah terdeteksi di Singapura, serta di Inggris.
"Varian ini memiliki kapasitas transmisi yang lebih besar, tetapi sejauh ini kami belum menemukan konsekuensi tambahan apa pun," kata Mendez.
"Satu-satunya hal yang mengkhawatirkan adalah mereka menyebar lebih cepat," sambungnya.
Baca juga: Kamar Mayat dan Krematorium Penuh, Petugas Ambulans di India Diduga Buang Jenazah Covid-19 ke Sungai
Baca juga: Kasus Covid-19 di Sapporo Hokkaido Jepang Meningkat Gara-gara Oppabu
Lebih lanjut, pihak Kesehatan Masyarakat Inggris mengatakan, total kasus yang dikonfirmasi dari varian tersebut telah lebih dari dua kali lipat dalam seminggu terakhir menjadi 1.313 di seluruh Inggris.
"Kami cemas tentang itu, itu telah menyebar," kata Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Johnson menambahkan, pemerintah Inggris akan mengadakan pertemuan membahas apa yang harus dilakukan.
"Kami tidak mengesampingkan apa pun," tambah Johnson.
Total Kasus COVID-19 di India Tembus 24 Juta Lebih
Sementara varian B1617 terdeteksi di sejumlah negara, India sebagai tempat pertama kali strain mutan itu ditemukan, mengalami kenaikan total kasus COVID-19.
Total kasus di India naik menjadi di atas 24 juta pada Jumat (14/5/2021).
Menurut data Kementerian Kesehatan India, India mencatat 4.000 kematian dan 343.144 kasus COVID-19 baru dalam 24 jam terakhir.
Selama tiga hari berturut-turut angka kematian di India mencapai 12.000 jiwa bahkan lebih, yang mana per-harinya ada 4.000 kematian.
Sehingga jumlah orang yang dipastikan meninggal akibat COVID-19 mencapai 262.317 sejak pandemi pertama kali melanda India lebih dari setahun yang lalu.
Namun demikian, tambahan kasus harian masih di bawah puncak infeksi yang mencapai 414.188 kasus pada minggu lalu.
Di sisi lain, kurangnya testing di banyak tempat mengindikasikan bahwa banyak kematian dan kasus dihilangkan dari penghitungan resmi pemerintah.
Para ahli mengatakan, kemungkinan angka kematian dan kasus sebenarnya bisa lima hingga sepuluh kali lebih tinggi.
Bhramar Mukherjee, seorang profesor epidemiologi di Universitas Michigan, mengatakan sebagian besar prediksi telah memperkirakan puncak COVID-19 di India terjadi minggu ini, dan negara tersebut dapat melihat tanda-tanda tren itu.
Baca juga: Arus Balik Mudik Lebaran, Satgas Covid-19: Tak Ada Dokumen Perjalanan, Putar Balik ke Daerah Asal
Baca juga: CDC: Warga Amerika yang Sudah Divaksin Penuh Tak Lagi Diwajibkan Pakai Masker dan Jaga Jarak
"Jumlah kasus baru setiap hari cukup besar untuk membanjiri rumah sakit. Kata kuncinya adalah optimisme hati-hati," kata Bhramar Mukherjee di Twitter, Kamis (13/5/2021).
Adapun situasi yang sangat buruk terjadi di daerah pedesaan Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India dengan populasi lebih dari 240 juta.
Gambar-gambar di televisi memperlihatkan keluarga-keluarga yang menangisi orang mati di rumah sakit pedesaan atau berkemah di bangsal untuk merawat orang sakit.
Mayat-mayat telah terdampar di Sungai Gangga, sungai yang mengalir melalui negara bagian itu.
Mayat itu dibiarkan di Sungai Gangga karena krematorium kewalahan dan kayu untuk kremasi sangat sedikit.
Untuk diketahui, gelombang kedua infeksi COVID-19 di India yang meletus pada Februari, disertai dengan perlambatan vaksinasi.
Sebelumnya, Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan bahwa vaksinasi akan terbuka untuk semua orang dewasa mulai 1 Mei 2021.
Baca juga: Mulai Hari Ini Warga Negara Pakistan, India dan Nepal Tak Boleh Masuk Jepang
Baca juga: Puluhan Mayat Mengapung di Sungai Gangga India Diduga Korban Covid-19, Picu Kemarahan Warga
India adalah produsen vaksin terbesar di dunia tetapi persediaannya menipis karena permintaan yang sangat besar.
Menurut data pemerintah, hingga Kamis, mereka telah memvaksinasi penuh lebih dari 38,2 juta orang, atau sekitar 2,8 persen dari populasi sekitar 1,35 miliar.
Lebih dari 2 miliar dosis vaksin virus corona kemungkinan akan tersedia di India antara Agustus hingga Desember tahun ini, kata penasihat pemerintah VK Paul.
Dosis tersebut termasuk 750 juta vaksin AstraZeneca, serta 550 juta dosis Covaxin yang dibuat oleh Bharat Biotech.
"Kami sedang melalui fase pasokan terbatas. Seluruh dunia sedang melalui ini. Perlu waktu untuk keluar dari fase ini," kata Paul.
Berita lain seputar Virus Corona
(Tribunnews.com/Rica Agustina)