TRIBUNNEWS.COM - Berbagai organisasi HAM mendesak Pengadilan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menentukan apakah serangan udara Israel yang menghancurkan gedung kantor berita di Gaza merupakan kejahatan perang.
Dalam serangan tersebut, rudal Israel meratakan menara Al-Jalaa yang terdiri dari 13 lantai pada Sabtu (15/5/2021).
Menara Al-Jalaa sendiri menampung jaringan media Al Jazeera yang berbasis di Qatar dan The Associated Press yang merupakan kantor berita asal Amerika Serikat.
Sementara itu, Israel mengklaim gedung tersebut tidak hanya menampung biro kantor berita saja, tetapi juga kantor Hamas.
Baca juga: Israel Rugi Bandar, Habiskan Sekira Rp 1,4 Miliar untuk Setiap Rudal Pencegat Roket Hamas
Baca juga: Israel Bombardir Dua Gedung Kementerian di Gaza
Sehingga dalam serangan tersebut, militer Israel sebelumnya memberi waktu satu jam kepada pemilik gedung untuk mengungsi.
"Sengaja menargetkan kantor berita merupakan kejahatan perang," kata Sekretaris Jenderal Reporter Without Borders Christophe Deloire, mengutip Al Jazeera.
"Dengan sengaja menghancurkan kantor berita, militer Israel tidak hanya menimbulkan kerusakan materi yang tidak dapat diterima pada operasi berita," tambah Christophe Deloire.
"Militer Israel juga secara lebih luas menghalangi liputan media tentang konflik yang secara langsung berdampak pada penduduk sipil" lanjut Christophe Deloire.
Baca juga: OKI Kecam Lambannya Kerja DK PBB Tangani Konflik Palestina-Israel
Baca juga: WNI di Gaza Ceritakan Kebrutalan Israel, Rumah Warga dan Infrastruktur Dihujani Ratusan Roket
Deloire menambahkan, "Kami meminta jaksa Pengadilan Kriminal Internasional untuk menentukan apakah serangan udara ini merupakan kejahatan perang."
Di sisi lain Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Senin (17/5/2021) bahwa dia belum melihat bukti yang mendukung klaim Israel bahwa Hamas beroperasi di gedung tersebut.
Blinken mendesak Israel untuk membenarkan serangan yang kurang ajar itu.
Menunggu Pengadilan PBB
Wakil direktur regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Saleh Hijazi mengatakan bahwa Israel berusaha menyembunyikan apa yang dilakukannya di Gaza dan pada orang-orang Gaza.
Saleh Hijazi menambahkan bahwa Amnesty International telah dicegah memasuki Jalur Gaza sejak 2012.