TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan melarang obat-obatan buatan China di rumah sakit besar di ibu kota negara itu setelah adanya laporan kematian seorang pejabat pemerintah tingkat atas.
Menurut situs berita Daily NK yang dilansir Newsweek, seorang pejabat tingkat tinggi yang merupakan bagian dari birokrasi ekonomi negara itu meninggal awal bulan Mei setelah menerima cocarboxylase.
Obat yang diproduksi di China itu biasanya digunakan untuk mengobati kelelahan.
Pejabat tersebut, yang tidak disebutkan namanya oleh outlet berita, dikabarkan adalah birokrat terpercaya yang telah bekerja di sektor ekonomi Korea Utara sejak negara tersebut diperintah oleh ayah Kim Jong Un, Kim Jong Il.
Meski begitu, tidak jelas apakah penyebab kematian pejabat itu akibat suntikan cocarboxylase, kata Daily NK.
Baca: Kim Jong Un Dikabarkan Mengeksekusi Menteri Pendidikan karena Selalu Mengeluh dan Tidak Ada Kemajuan
Sementara itu, Kim Jong Un sudah terlanjur marah setelah mengetahui pejabat itu mungkin meninggal akibat obat dari China, menurut outlet berita tersebut.
Kim Jong Un menanggapi kematian pejabat itu dengan mengungkapkan kesedihan atas hilangnya "pejabat berbakat".
Setelah itu, Kim Jong Un memerintahkan agar produk medis China "dikeluarkan" dari semua rumah sakit besar di Pyongyang, kata Daily NK.
Larangan itu dikatakan juga mencakup semua vaksin COVID-19 buatan China yang sedang diteliti saat ini.
Sebaliknya, kegiatan penelitian sekarang harus fokus pada produksi vaksin virus corona buatan negara itu sendiri.
Korea Utara dilaporkan telah menderita kekurangan makanan dan obat-obatan impor sejak menutup ketat perbatasannya tahun lalu akibat pandemi.
Meskipun China secara historis menjadi mitra asing terdekat Korea Utara, perdagangan kedua negara itu menyusut sekitar 80 persen tahun lalu setelah Korea Utara menutup perbatasannya, The Guardian melaporkan.
"Perekonomian Korea Utara berada di ambang resesi besar," kata Jiro Ishimaru, yang mengepalai situs Asia Press yang berbasis di Osaka, Jepang dan mengoperasikan jaringan jurnalis warga di Korea Utara, kepada The Guardian awal bulan ini.