News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Krisis Myanmar

Kisah Sedih di Myanmar: Jutaan Orang Berjuang agar tidak Kelaparan

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pengunjuk rasa antikudeta melemparkan bom asap terhadap tindakan keras polisi di kota Thaketa Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021.

TRIBUNNEWS.COM, YANGON — Aye Mar duduk bersama ketujuh anaknya di dapur rumahnya di Yangon. Ia khawatir apakah akan mampu membeli makanan untuk menghilangan rasa lapar mereka di tengah Myanmar yang dilanda kudeta.

"Kita harus memberi makan anak-anak kita agar mereka tidak kelaparan," kata Aye Mar, duduk tanpa alas kaki di ibukota komersial.

Seorang anaknya yang masih bayi berayun di tempat tidur gantung.

Ekonomi nasional dan sistem perbankan telah lumpuh sejak perebutan kekuasaan oleh militer yang mengkudeta pemimpin sipil Aung San Suu Kyi  pada Februari lalu.

Mata pencaharian telah hilang setelah aksi pemogokan kerja dan penutupan pabrik, harga bahan bakar telah naik dan mereka yang cukup beruntung memiliki tabungan bank menghadapi antrian panjang setiap hari untuk menarik uang tunai mereka.

Berpetualang di depan umum untuk mencari nafkah juga telah membahayakan keselamatan mengingat kondisi tindakan kekerasan dan brutal atas perbedaan pendapat yang telah memakan korban lebih dari 800 warga sipil, menurut kelompok pemantau lokal.

Di negara yang dalam waktu normal mengekspor beras, kacang dan buah, kini jutaan rakyatnya akan kelaparan dalam beberapa bulan mendatang, Program Pangan Dunia (WFP) telah memperingatkan, seperti dilansir AFP dan Channel News Asia, Jumat (28/5/2021).

Perempuan berusia 33 tahun itu tidak bekerja. Suaminya terpaksa mengambil pekerjaan aneh yang ditawarkan - termasuk menggali septic tank.

Penjual makanan Wah Wah, 37, mengatakan kenaikan harga karena kudeta berarti pelanggan tidak mampu lagi membeli sesuatu yang sederhana seperti semangkuk ikan kering.

"Saya tidak bisa menjualnya karena pelanggan tidak mampu membelinya ... bahkan jika saya menjualnya pada 500 kyat (US$ 0,33) per mangkuk," katanya kepada AFP.

Baca juga: UE Kecam Rencana Komisi Pemilihan yang Ditunjuk Junta Myanmar untuk Bubarkan Partai Aung San Suu Kyi

"Setiap orang harus mengeluarkan uangnya secara hemat agar aman karena tidak ada yang memiliki pekerjaan. Kami hidup dengan ketakutan karena kami tidak tahu apa yang akan terjadi."

"KAMI BERADA DALAM KESULITAN"

Win Naing Tun, 26, ayah dari tiga anak mengatakan mereka yang sebelumnya mampu makan daging  secara teratur terpaksa beralih ke pasta ikan dan sayuran.

Dan mereka yang bertahan hidup dengan diet terbatas itu sebelum "sekarang hanya mampu makan nasi putih dengan garam," katanya kepada AFP.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini