TRIBUNNEWS.COM – Politisi sayap kanan Israel, Naftali Bennett, mengumumkan akan bergabung dengan koalisi pemerintahan baru, Minggu (30/5).
Keputusan Bennet diperkirakan akan membuat oposisi bisa membentuk koalisi pemerintahan baru, yang dapat mengakhiri 12 tahun pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
“Ini niat saya untuk melakukan yang terbaik untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional bersama dengan teman saya Yair Lapid, sehingga, Insya Allah, bersama-sama kita dapat menyelamatkan negara dari kekacauan dan mengembalikan Israel ke jalurnya,” kata Bennett, Minggu (30/5) setelah bertemu dengan partainya sendiri, Yamina.
Partai Yamina memiliki enam kursi kunci di parleman.
Dia mengatakan telah membuat keputusan untuk mencegah negara itu melakukan pemilihan kelima berturut-turut hanya dalam lebih dari dua tahun.
Baca juga: Israel dan Mesir Bahas Gencatan Senjata Permanen di Gaza
Beberapa menit setelah pengumuman Bennett, Netanyahu langsung bereaksi.
Netanyahu mengecam keputusan Bennett, yang menurutnya itu rencana berbahaya bagi keamanan Israel.
“Apa yang akan dilakukannya untuk pencegahan Israel? Bagaimana kami akan melihat di mata musuh kami, ”katanya. “Apa yang akan mereka lakukan di Iran dan di Gaza? Apa yang akan mereka katakan di aula pemerintahan di Washington? " katanya.
Netanyahu menuduh Bennett mengkhianati sayap kanan Israel. Dan ia mendesak politisi nasionalis yang telah bergabung dalam pembicaraan koalisi untuk tidak mendirikan apa yang dia sebut sebagai “pemerintah kiri".
Netanyahu (71) sedang menghadapi persidangan terkait tuduhan bahwa ia melakukan penyuapan,penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
Baca juga: Netanyahu Petik Keuntungan Politik Pribadi Atas Perang Besar Israel-Palestina
Bennett, seorang pembantu Netanyahu yang berubah menjadi saingan, mengatakan tidak ada cara yang layak bagi sayap kanan untuk membentuk mayoritas yang memerintah di parlemen.
“Pemerintah seperti ini akan berhasil hanya jika kita bekerja sama sebagai satu kelompok,” katanya.
“Setiap orang perlu menunda untuk memenuhi semua impian mereka. Kami akan fokus pada apa yang bisa dilakukan, alih-alih berjuang sepanjang hari pada apa yang tidak mungkin,” tambahnya.
Masing-masing dari empat pemilu terakhir dianggap sebagai referendum terhadap Netanyahu, dan semuanya berakhir dengan kebuntuan.
Oposisi Yair Lapid sedang membangun koalisi anti-Netanyahu. Kalangan media melihat koalisi Lapid akan mengarah para pemerintahan baru yang pro-perubahan.
Baca juga: Ini Jawaban Israel dan AS Tanggapi Resolusi PBB untuk Menyelidiki Kejahatan di Gaza
Keputusan Bennett akan memperkuat Lapid, yang mempunyai batas waktu hingga Rabu (2/6) untuk membentuk koalisi.
Perjanjian Bennett-Lapid dilaporkan semakin memungkinkan setelah pecahnya kekerasan antara Israel dan pejuang Hamas pada 10 Mei. Namun saat itu Bennett menangguhkan diskusi tersebut. Pertempuran itu berakhir dengan gencatan senjata setelah 11 hari yang ditengahi Mesir.
Menanggapi pidato Bennett, seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (Palestinian Liberation Organization – PLO) mengatakan, calon pemerintah akan menjadi "ekstrem kanan" dan tidak berbeda dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Netanyahu. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)