TRIBUNNEWS.COM - Israel menentang terpilihnya Ebrahim Raisi sebagai presiden baru Iran dan memperingatkan dunia soal hal ini.
Ebrahim Raisi dinyatakan sebagai presiden Iran terpilih pada Sabtu (19/6/2021).
Raisi akan dilantik pada Agustus mendatang.
Diketahui Raisi merupakan hakim tertinggi Iran dan terkenal dengan pandangan ultra-konservatif.
Dia pernah dijatuhi sanksi dari Amerika Serikat terkait eksekusi tahanan politik.
Baca juga: Analisis Pengamat soal Israel Tuding Indonesia, Malaysia, dan Brunei Bohong Terkait Serangan Gaza
Baca juga: Israel Sebut Ebrahim Raisi Ekstremis, Yakin Presiden Baru Iran Itu akan Tingkatkan Program Nuklir
Setelah dinyatakan menang pemilu, Raisi menyatakan janjinya untuk memperkuat kepercayaan kepada pemerintah dan menjadi pemimpin bagi bangsa.
"Saya akan membentuk pemerintahan yang bekerja keras, revolusioner dan anti korupsi," katanya seperti dikutip media pemerintah.
Namun, kabar ini dibalas kritikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, melalui utasnya di Twitter.
Dilansir BBC, Haiat menyebut Raisi sebagai presiden Iran paling ekstrem dan "penjagal Teheran".
"Dia adalah tokoh ekstremis, yang berkomitmen pada program nuklir militer Iran yang berkembang pesat," tulis Haiat.
Iran di Israel telah lama bersitegang, meskipun sejauh ini kedua pihak saling menahan diri untuk menghindari pecahnya konflik.
Salah satu hal yang menjadi keprihatinan Israel adalah aktivitas nuklir Iran.
Terkait hal ini, Iran berkali-kali menyalahkan Israel soal kasus kematian ilmuwan nuklir terkemuka pada 2020 lalu hingga serangan kepada salah satu pabrik pengayaan uranium.
Israel, menurut laporan BBC, tidak percaya Iran mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.
Hasil pemilu Iran ini juga turut disesalkan AS.
Baca juga: PROFIL Ebrahim Raisi, Presiden Baru Iran, Seorang Hakim Agung, Dituduh Terlibat Eksekusi Massal 1988
Baca juga: Jubir FDA: 1 Juta Dosis Vaksin Virus Corona Telah Diimpor ke Iran
Rasio pemilih dalam pemilu Iran tahun ini adalah yang terendah, di bawah 50 persen dibanding tahun 2017 sebanyak 70 persen pemilih aktif.
Masyarakat Iran menghindari pemilihan karena percaya pemilu itu sudah direkayasa untuk memenangkan Raisi, sekutu Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Dalam utas Twitter-nya, Lior Haiat menyebut Raisi sebagai "penjagal Teheran", mengacu pada eksekusi massal ribuan tahanan politik pada 1988.
Raisi adalah salah satu dari empat hakim, yang dikenal sebagai "komite kematian", yang diduga menghukum mati sekitar 5.000 pria dan wanita, kata Amnesty International.
Namun dalam cuitannya, Haiat mengatakan lebih dari 30.000 orang tewas, jumlah yang juga dirujuk oleh kelompok hak asasi manusia Iran.
Disambut Baik oleh Rusia hingga Hamas
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut baik kemenangan Ebrahim Raisi.
Putin menyoroti hubungan baiknya dengan negara Syiah ini.
Para pemimpin Suriah, Irak, Turki, dan UEA juga mengirimkan pesan dukungan dan ucapan selamat.
Seorang juru bicara Hamas mengatakan bahwa dia berharap "kemajuan dan kemakmuran" di Iran.
Baca juga: Dirjen Kemenlu Abdul Kadir: Jokowi Enggan Berhubungan dengan Israel Sampai Palestina Merdeka
Baca juga: Israel Berencana Kirim 1 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer yang akan Kedaluwarsa ke Palestina
Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan Raisi harus diselidiki karena kekejamannya.
"Sebagai kepala peradilan represif Iran, Raisi mengawasi beberapa kejahatan paling keji dalam sejarah Iran baru-baru ini, yang pantas diselidiki dan dipertanggungjawabkan daripada pemilihan jabatan tinggi," kata Michael Page dari Human Rights Watch.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lainnya seputar Iran