TRIBUNNEWS.COM - Istri dari Presiden Haiti yang dibunuh, Jovenel Moise angkat bicara untuk pertama kalinya, sejak orang-orang bersenjata menyerbu rumah pasangan itu di Port-au-Prince.
Ia mengatakan serangan yang membunuh suaminya terjadi "dalam sekejap mata".
Melansir Al Jazeera, dalam pesan audio yang diunggah di akun Twitter resminya pada Sabtu (10/7/2021), Martine Moise meminta Haiti untuk tidak "kehilangan arah" setelah serangan yang membuatnya terluka parah.
"Saya hidup, terima kasih kepada Tuhan," kata Martine Moise dalam bahasa Kreol di pesan audio, yang dikonfirmasi oleh menteri budaya dan komunikasi Haiti, Pradel Henriquez kepada kantor berita AFP sebagai asli.
"Saya masih hidup tetapi saya telah kehilangan suami saya, Jovenel," tambahnya.
Baca juga: Presiden Haiti Jovenel Moise Dibunuh di Rumahnya, Situasi Negara Bergejolak
Baca juga: Fakta-fakta Pembunuhan Presiden Haiti, Diserang Sekelompok Tentara Bayaran Tengah Malam di Rumahnya
Presiden Jovenel Moise (53) dibunuh oleh orang-orang bersenjata pada dini Rabu (7/7/2021).
Pihak berwenang Haiti menyebut pembunuhan itu sebagai "serangan yang sangat terkoordinasi oleh kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap".
Haiti menyatakan "keadaan pengepungan" selama 15 hari setelah pembunuhan Moise, berjanji untuk membawa para pelaku ke pengadilan.
Pihak berwenang Haiti mengatakan sebuah komando bersenjata yang terdiri dari 28 pria, 26 orang Kolombia dan dua orang Haiti-Amerika, menembaki pasangan itu di rumah mereka.
17 orang telah ditangkap sejauh ini dan setidaknya tiga tersangka tewas, tetapi tidak ada motif yang dipublikasikan.
Martine Moise dievakuasi ke rumah sakit Haiti setelah serangan itu dan kemudian dipindahkan ke Miami, Florida, untuk perawatan lebih lanjut.
"Dalam sekejap mata, tentara bayaran memasuki rumah saya dan menembaki suami saya dengan peluru ... bahkan tanpa memberinya kesempatan untuk mengatakan sepatah kata pun," katanya dalam pesan audio.
Ia juga mengatakan tentara bayaran dikirim untuk membunuh suaminya “karena jalan, air, listrik dan referendum serta pemilihan umum di akhir tahun sehingga tidak ada transisi di negara ini”.
“Saya menangis, itu benar, tetapi kita tidak bisa membiarkan negara kehilangan arah,” kata Martine Moise. "Kita tidak bisa membiarkan darahnya ... tumpah dengan sia-sia."
Baca juga: Profil Jovenel Moïse, Presiden Haiti yang Tewas Terbunuh di Kediaman Pribadinya
Baca juga: 4 Tentara Bayaran Pembunuh Presiden Haiti Ditembak Mati Aparat, Darurat Nasional Diumumkan
Perebutan kekuasaan
Jovenel Moise menjabat sebagai presiden sejak 2017 di tengah meningkatnya kekerasan geng yang telah menggusur ribuan orang di seluruh Ibu Kota Haiti, Port-au-Prince, dalam beberapa pekan terakhir.
Dalam beberapa bulan terakhir, negara itu telah diguncang oleh protes besar di mana warga Haiti mendesak Moise untuk mundur, dengan mengatakan masa jabatan lima tahunnya berakhir pada Februari.
Tapi Moise bersikeras masa kepresidenannya berakhir tahun depan.
Kematiannya telah melemparkan Haiti, yang menderita kemiskinan ke dalam ketidakstabilan politik yang meningkat.
Pada Jumat, sekelompok legislator mengumumkan bahwa mereka telah mengakui Joseph Lambert, kepala Senat Haiti yang dibubarkan, sebagai presiden sementara dalam tantangan langsung kepada pemerintah sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Claude Joseph.
Mereka juga mengakui sebagai perdana menteri Ariel Henry, yang dipilih Moise untuk menggantikan Joseph sehari sebelum dia dibunuh tetapi belum menjabat atau membentuk pemerintahan.
"Setelah pembunuhan presiden, saya menjadi otoritas tertinggi, legal dan reguler karena ada dekrit yang mencalonkan saya," kata Henry kepada kantor berita Reuters dalam wawancara telepon Jumat malam.
Joseph, yang mengambil alih kepemimpinan dengan dukungan polisi dan militer, mengatakan dia “tidak tertarik pada perebutan kekuasaan”.
"Hanya ada satu cara orang bisa menjadi presiden di Haiti. Dan itu melalui pemilu," katanya
Berita lain terkati Presiden Haiti
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)