TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia perlu menunggu dan tidak tergesa-gesa untuk mengakui pergantian pemerintah baru di Afganistan.
Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Rabu ( 18/8/2021).
“Pasca pejuang Taliban menyatakan telah menguasai Ibu Kota Afghanistan pada minggu malam lalu, Indonesia perlu menunggu beberapa saat untuk mengakui pergantian pemerintah mengingat hingga saat ini belum ada kepastian siapa yang menjadi pemimpin dalam pemerintahan,” ujar Hikmahanto.
Dalam hukum internasional, dia menjelaskan pergantian pemerintahan ada dua mekansime.
Baca juga: Video Milisi Taliban Kegirangan Bermain Bom-bom Car dan Nge-gym Bareng di Istana
Pertama secara konstitusional dan inkonstitusional.
Kalau konstitusional maka, kata dia, pergantian pemerintah berproses berdasarkan konstitusi.
Sementara yang inkonstitusional adalah pergantian pemerintah yang tidak berdasarkan konstitusi di suatu negara.
“Apa yang saat ini terjadi di Afghanistan adalah pergantian pemerintahan yang inkonstitusional,” ucapnya.
“Oleh karenanya perlu ditunggu beberapa saat sehingga Indonesia tahu siapa individu yang menjadi pemegang kekuasaan di Afghanistan,” jelasnya.
Oleh karenanya, dia tegaskan Indonesia tidak perlu tergesa-gesa dalam memberikan pengakuan kepada pemerintahan baru.
Ada 3 aspek yang menjadi pertimbangan. Pertama adalah konstelasi internal di Afghanistan sendiri.
Kedua pandangan masyarakat internasional.
Dan terakhir adalah pertimbangan politis internal di Indonesia.
Bentuk pengakuan Indonesia bisa secara tegas tapi bisa juga secara diam-diam kepada pemerintahan baru di Afghanistan.
Tegas disini adalah Indonesia menyatakan atau memberi selamat kepada pemerintahan baru.
Sementara diam-diam maksudnya tanpa ada pernyataan namun Indonesia sudah berhubungan dengan pemerintah baru di Afghanistan.
“Bila pemerintah terlalu tergesa-gesa memberi pengakuan dikhawatirkan justru menjadi fatal,” jelasnya.
Alasan pertam, imbuh dia,a belum diketahui secara pasti yang menjabat.
Kedua, bila asal mengakui individu tertentu justru bisa menjadi sumber masalah bagi internal Afghanistan mengingat saat ini sedang berlangsung negosiasi damai terkait siapa yang menjadi pemimpin baru.