TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya empat ledakan bom bunuh diri terjadi di dekat bandara Kabul, Afghanistan, di tengah evakuasi kontingen militer Barat, Kamis (26/8/2021).
Menurut laporan, sebanyak 103 orang tewas dalam insiden ini, yang terdiri dari 90 warga sipil dan 13 tentara Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari Sputnik News, pejabat Taliban mengklaim setidaknya 72 warga sipil tewas dalam dua ledakan di luar bandara Kabul, termasuk 28 anggota kelompok itu.
Bom bunuh diri tersebut terjadi beberapa jam setelah pejabat Barat memperingatkan soal adanya serangan besar, di mana mereka mendesak orang-orang untuk meninggalkan bandara.
Namun, peringatan itu diabaikan sebagian besar warga Afghanistan yang putus asa dan ingin melarikan diri dari negara itu, sebelum AS secara resmi mengakhiri keberadaannya pada 31 Agustus mendatang.
Baca juga: Jenderal Afghanistan Sebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani Pengkhianat, Ini Sosoknya
Baca juga: Sosok Mohammad Idris, Ditunjuk Taliban Jadi Gubernur Bank Sentral Afghanistan, Tak Punya Pengalaman
Kelompok teroris yang berbasis di Khorasan, Afghanistan Timur, ISIS-K, mengklaim pihaknya yang bertanggung jawab atas insiden mengerikan tersebut.
Mengutip AP News, ISIS-K, afiliasi Kelompok Negara Islam (IS) di Afghanistan, jauh lebih radikal dibanding Taliban.
Taliban diyakini tidak terlibat dalam serangan itu dan mengutuk aksi bom bunuh diri yang terjadi.
IS, dalam pernyataannya, mengaku satu di antara pelaku bom bunuh diri menargetkan "penerjemah dan kolaborator dengan tentara Amerika".
Dalam video yang diambil setelah serangan, menunjukkan mayat-mayat ada di saluran air di dekat pagar bandara.
Beberapa di antara jasad itu diambil dan diletakkan di tumpukan, sementara warga sipil lainnya meratapi mencari orang yang mereka cintai.
Seorang saksi mata mengatakan, ia melihat tubuh dan bagian lainnya terbang di udara saat ledakan terjadi.
Ia mengibaratkan suasana ledakan seperti puting beliung.
"Saya melihat tubuh dan bagian tubuh terbang di udara seperti angin puting beliung meniup kantong plastik, kata seorang saksi, dilansir Reuters.