TRIBUNNEWS.COM – Taliban menyatakan siap mengumumkan pemerintahan baru Afghanistan. Namun Presiden AS Joe Biden menegaskan, Amerika Serikat belum akan mengakui Taliban sebagai pemerintah baru di Afghanistan.
Biden yang baru masuk kantor lagi Senin kemarin mengatakan ia tidak akan langsung mengakui pemerintahan Taliban. Ia menekankan pada ketidakpastian negara itu nantinya.
“Itu masih jauh, jauh sekali,” ujar Biden kepada wartawan di Gedung Putih, Senin (6/9/2021), seperti dilansir dari Sputniknews.
Biden menegaskan apa yang sudah disampaikan Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki minggu lalu.
“Gedung Putih Biden tidak terburu-buru untuk mengakui Taliban dalam peran seperti itu,” ujar Psaki.
Baca juga: Pemimpin Taliban Hibatullah Akhundzada Bakal Jadi Otoritas Tertinggi Afghanistan, Ini Profilnya
Baca juga: Perlawanan Afghanistan: Pakistan Bantu Taliban di Panjshir, Beri Dukungan Udara
"Itu akan sangat tergantung pada perilaku [Taliban], dan apakah mereka memenuhi harapan masyarakat internasional," jelas Psaki.
Biden berbicara ketika Juru Bicara Taliban Ahmadullah Muttaqi mengungkapkan bahwa kelompok itu telah menyelesaikan garis besar pemerintahan barunya dan akan segera mengumumkannya secara resmi.
Namun juru bicara tidak merinci apakah Abdul Ghani Baradar, pemimpin kantor politik Taliban, akan memimpin pemerintahan baru.
Sebelumnya pernyataan juru bicara lainnya, Zahibullah Mujahid, menyebutkan bahwa konstitusi Afghanistan akan direvisi atau diubah di bawah pemerintahan baru.
Sejauh ini, mayoritas pemimpin dunia belum mengakui Taliban sebagai peemrintah resmi di Afghanistan.
Baca juga: Taliban Susun Pemerintahan Sementara di Afghanistan, Mencakup Pemimpin Semua Etnis dan Suku
Baca juga: Joe Biden Sempat Telepon Ashraf Ghani sebelum Taliban Berkuasa: Kami akan Terus Beri Bantuan
Mayoritas mereka mengatakan menunggu sikap Taliban dalam memenuhi komitmennya.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod mengatakan kepada lembaga penyiaran nasional bahwa negaranya tidak akan mengakui pemerintah Taliban.
Ini merupakan pernyataan pertama dari negara Barat yang terlibat dalam intervensi 20 tahun pimpinan AS di Afghanistan.
Sebelum Taliban menguasai Afghanistan akhir Agustus lalu dan dan saat invasi AS pada 2001, hanya tiga negara yang mengakui Taliban sebagai badan pemerintahan. Mereka adalah Pakistan, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Sebelumnya para pemimpin Taliban telah menyatakan bahwa pemerintahan mereka akan berbeda dari kepemimpinan sebelumnya.
Baca juga: Ahmad Massoud Turuti Usul Ulama Agar Berunding, Dengan Syarat Taliban Setop Menyerang Panjshir
Baca juga: Taliban Mengaku Berhasil Merebut Provinsi Panjshir, Wilayah Terakhir Akhirnya Dikuasai
Mereka bermaksud melonggarkan pembatasan kebebasan yang diberikan kepada perempuan Afghanistan, terutama dalam hal pernikahan paksa dan pendidikan.
Bahkan pejabat baru-baru ini meminta lembaga pendidikan tinggi untuk mengajukan proposal apakah akan memisahkan siswa laki-laki dan perempuan.
Masih belum pasti berapa banyak lagi kebebasan yang akan diberikan kepada perempuan.
Senin (6/9/2021), Taliban mengumumkan bahwa perang di Afghanistan berakhir setelah mereka menguasai Provinsi Panjshir.
Namun Kelompok Perlawanan Nasional (NRF) yang dipimpin Ahmad Massoud menyangkal berita itu, dan menekankan bahwa pertempuran akan terus berlanjut. (Tribunnews.com/Sputniknews/Hasanah Samhudi)